Bertolak dari Surabaya, KRI Bima Ruci Berlayar ke 9 Negara

Pelayaran KRI Bima Ruci tahun ini mengambil tema Maritime Fulcrum Brotherhood, yaitu membangun satu pelayaran persahabatan dengan sembilan negara yang dikunjungi.

oleh Liputan Enam diperbarui 06 Agu 2019, 17:00 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2019, 17:00 WIB
KRI Bima Suci Tiba di Jakarta
KRI Bima Suci bersiap bersandar di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (16/11). Kapal latih tiang tinggi (tall ship) KRI Bima Suci merupakan penerus sang legenda KRI Dewa Ruci milik TNI Angkatan Laut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Surabaya - Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) atau KRI Bima Suci menjalankan misi diplomasi maritim melalui kegiatan pelayaran 'Kartika Jala Krida' selama tiga bulan ke depan. Kapal akan mengarungi sembilan negara di Asia dan Australia.

Staf Ahli Kementerian Pariwisata Laksamana TNI (Purn), Marsetio meminta agar seluruh taruna yang mengikuti pelayaran KRI Bima Suci juga membawa misi budaya dengan memperkenalkan berbagai kesenian Indonesia di setiap negara yang disinggahi.

"Kami berharap para taruna Kartika Jala Krida yang berlayar bersama KRI Bima Suci dapat memberi pengaruh positif melalui ragam kesenian budaya bangsa Indonesia di sembilan negara yang disinggahi," ujar dia usai menyaksikan pelepasan pelayaran KRI Bima Suci di Dermaga Madura Komando Armada II Surabaya, Senin 5 Agustus 2019, dilansir Antara.

Pelayaran tersebut dilepas oleh Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Siwi Sukma Adji, dengan rute Surabaya, Manila (Filipina), Osaka (Jepang), Busan (Korsel), Shanghai (China), Brunei Darussalam, Lumut (Malaysia), Phuket (Thailand), Rangon (Myanmar), Padang, Tanjung Benoa - Bali, Darwin (Australia) dan kembali ke Surabaya.

KSAL menjelaskan pelayaran ini diikuti oleh 103 taruna Akademi Angkatan Laut (AAL) angkatan ke- 66 yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Kartika Jala Krida.

"Pelayaran ini juga diikuti oleh sejumlah taruna dari berbagai negara, seperti Malaysia dan Australia. Mereka akan mengikuti pelayaran dari Brunei ke Malaysia, serta dari Tanjung Benoa menuju Darwin," tutur dia.

Dia mengungkapkan, pelayaran Kartika Jala Krida ini bertujuan untuk membekali karakter maritim sebagai jati diri bagi para taruna, selain juga membangun konektivitas generasi muda antarbangsa.

"Satgas Kartika Jala Krida ini rutin kami laksanakan setiap tahun. Lulusan Akademi Angkatan Laut wajib melaksanakan pelayartan seperti ini. Untuk jadi perwira memang harus melalui latihan Kartika Jala Krida," ucapnya.

Pelayaran Kartika Jala Krida mengambil tema Maritime Fulcrum Brotherhood, yaitu membangun satu pelayaran persahabatan dengan sembilan negara yang dikunjungi pada 2019.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

PAL Indonesia Fokus Produksi Kapal Perang, Mengapa?

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Penyerahan satu unit Kapal Cepat Rudal (KCR) 60 meter "Kerambit" di Surabaya, Jawa Timur (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sebelumnya, PT PAL Indonesia masih fokus memproduksi kapal perang dibandingkan pembuatan kapal niaga. Hal ini karena bisnis pembangunan kapal niaga yang lesu.

Direktur Pembangunan Kapal PT PAL Indonesia, Turitan Indaryo menuturkan, saat ini kebutuhan kapal perang lebih dominan dari kapal niaga. Porsi pembuatan kapal perang sudah mencapai 80 persen.

"Kebutuhan sekarang kapal perang lebih dominan. Jadi kita agak mengurangi porsi yang niaga. Yang pesan kapal perang banyak dari TNI dan Kemenhan. Kita juga mau development tender region Asia,” tutur Turitan, Jumat 2 Agustus 2019 seperti dikutip dari suarasurabaya.net.

Selain itu, PT PAL Indonesia juga mendapat kepercayaan dari TNI Angkatan Laut untuk memperkuat armadanya, yaitu dengan pengadaan satu unit Kapal Bantu Rumah Sakit (BRS). Kapal Bantu Rumah Sakit ini ditargetkan rampung pada Oktober 2021.

"Kapal Bantu Rumah Sakit itu nanti akan dilengkapi peralatan kesehatan yang canggih, desainnya juga akan dibuat lebih futuristik tanpa mengurangi asasinya sebagai rumah sakit," kata Turitan.

PT PAL Indonesia lebih banyak garap kapal perang karena banyak perusahaan niaga yang cenderung membeli kapal bekas, ketimbang membangun kapal baru.

Direktur Utama PT PAL Indonesia, Budiman Saleh menuturkan, harga kapal baru memang jauh lebih mahal dibandingkan dengan kapal bekas. Selain mahal, produksi kapal niaga juga membutuhkan waktu cukup lama yaitu sekitar dua tahun.

"Kondisi lesu ini sudah terpantau lesu sejak 2014 lalu. Banyak yang lebih suka kapal bekas dari pada kapal baru. Rata-rata  karena harganya. Kalau kapal baru itu harganya bisa sekitar Rp 4 miliar. Sedangkan kapal besar bisa di bawah Rp 1 miliar," tutur Budiman pada 25 Februari 2019.

PT PAL Indonesia akan lebih fokus pada galangan kapal perang guna memenuhi kebutuhan tugas pokok dan fungsi TNI khususnya Matra Laut. Secara berkelanjutan, PT PAL akan terus berinovasi untuk menguasai teknologi industri maritim. 

Sehingga menghasilkan produk yang tepat mutu, tepat guna dan tepat kualitas. Sebab, menurutnya keamanan maritim juga akan mempengaruhi transaksi perdagangan di Indonesia. 

"Pasar kapal niaga sekarang lesu. Jadi kami konsen keamanan maritim dulu. Karena kalau maritim aman, proses dagang pun juga akan aman," kata dia. 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya