Dua Universitas di Jawa Timur Masuk Peringkat Dunia versi THE

The Times Higher Education mengeluarkan peringkat terbaru universitas dunia 2020 dalam “World University Rankings 2020”. Enam universitas Indonesia masuk ke dalam peringkat ini. Dua di antaranya dari Jawa Timur

oleh Liputan Enam diperbarui 18 Sep 2019, 19:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2019, 19:00 WIB
Institut Teknologi Surabaya (ITS) membuka pendaftaran mahasiswa melalui Jalur Mandiri
Institut Teknologi Surabaya (ITS) membuka pendaftaran mahasiswa melalui Jalur Mandiri

Liputan6.com, Jakarta - The Times Higher Education (THE) mengeluarkan peringkat terbaru universitas dunia 2020 dalam “World University Rankings 2020”. Ranking ini mencakup 1.396 universitas di 92 negara.  

Penilaian yang dilakukan berdasarkan pada 13 indikator kinerja yang mengukur kinerja universitas terkait empat hal, yaitu: pengajaran, penelitian, transfer pengetahuan, dan pandangan internasional. 

Indonesia sendiri menyumbang enam universitas dalam ranking versi THE ini. Dua diantaranya berasal dari Jawa Timur. Universitas dalam negeri yang masuk ranking ini meliputi Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Gadjah Mada. 

Sedangkan dua universitas asal Jawa Timur yang masuk dalam ranking ini adalah Universitas Brawijaya dan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Berikut uraian penilaian 2 universitas asal Jawa Timur yang masuk World University Rankings 2020 versi THE:

- Universitas Brawijaya (peringkat 1001+)

Universitas Brawijaya (UB) adalah perguruan tinggi negeri yang berdiri di  Malang, Jawa Timur. Universitas ini sudah berdiri sejak 1963. Kini UB telah memiliki 16 fakultas dengan jumlah mahasiswa lulus lebih dari 13.000. 

- Skor keseluruhan: 10.7–22.1

- Pengajaran: 16.0

- Penelitian: 8.5

- Kutipan internasional: 8.3

- Sinergi dunia industri: 36.3

- Pandangan internasional: 21.4

- Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (peringkat 1001+)

Telah berdiri sejak 1960, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) menjadi salah satu universitas teknologi terbaik di Indonesia. Saat ini, ITS memiliki 10 fakultas dengan bidang ilmu yang berbeda-beda.

- Skor keseluruhan: 10.7–22.1

- Pengajaran: 19.6

- Penelitian: 11.1

- Kutipan internasional: 23.4

- Sinergi dunia industri: 62.6

- Pandangan internasional: 34.7

(Kezia Priscilla, mahasiswi UMN)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

ITS Gandeng TU Berlin Kembangkan Kota Berkelanjutan

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
, ITS bekerjasama dengan Technische Universität (TU) Berlin membahas konsep Smart City atau Kota Cerdas dan sebuah gagasan baru, yakni Conscious City. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sebelumnya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mengambil peran dalam pembangunan kota dan pengembangan peradaban.

Kali ini, melalui Seminar Internasional bertajuk Conscious City : Sustainable and Equitable City -Making, ITS bekerjasama dengan Technische Universität (TU) Berlin membahas konsep Smart City atau Kota Cerdas dan sebuah gagasan baru, yakni Conscious City di Ruang Sidang Utama Rektorat ITS, Rabu,4 September 2019.

Kedua konsep tersebut dianalisis dan dikembangkan dalam forum internasional tersebut guna menemukan rancangan terbaik untuk membangun sebuah daerah menjadi Sustainable City atau Kota Berkelanjutan. 

Seperti diketahui, Surabaya saat ini dikenal sebagai salah satu kota cerdas terbaik di Indonesia sehingga sudah tidak asing lagi bagi masyarakatnya untuk bersentuhan dengan teknologi. 

Dalam sambutannya, Rektor ITS Prof Mochamad Ashari menyatakan, dalam mewujudkan kota cerdas, tidak hanya teknologi yang berperan, tapi juga aspek pengembangan wilayah kota itu sendiri. 

"Dalam seminar ini, kita akan melihat Smart City dari sisi yang berbeda, di mana tujuannya adalah untuk mewujudkan better health, greater prosperity, dan efficiency," tutur dia.

Seminar yang juga bekerjasama dengan German Academic Exchange Service (DAAD) dan Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya ini membahas transformasi berkelanjutan dari sebuah kota dan menganalisis skema baru produksi suatu kota, digitalisasi di kota-kota, pengembangan infrastruktur cerdas dan juga aspek ekonomi dari ruang hidup yang terjangkau dan hemat energi. 

Hal-hal tersebut  akan membawa sebuah kota menjadi kota berkelanjutan. Pembangunan kota memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan efisiensi energi. Sesuai dengan namanya, konsep Sustainable City diharapkan dapat mewujudkan tujuan-tujuan yang dicantumkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs).  

Sementara itu, Prof Raoul Bunschoten, Kepala Laboratorium Conscious City Technischen Universität (TU) Berlin yang kali ini bertindak sebagai keynote speaker menjelaskan, upaya mewujudkan konsep kota cerdas sebenarnya dilakukan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Salah satunya perihal perubahan iklim yang terus meningkat. 

"Salah satu penyebab perubahan iklim adalah perilaku manusia yang cenderung boros energi,” ujar dia. 

Fokus pada Potensi Daerah

(Foto: Dok ITS)
Kampus ITS (Foto: Dok ITS)

Raoul menuturkan, terdapat dua aspek nyata dalam kehidupan di bumi ini. Pertama adalah bumi itu sendiri, dan yang kedua adalah apa yang kita bangun dan dirikan di atas, di dalam dan di bawahnya bumi. Dari dua hal tersebut, ia mengimplikasikan  apa yang dilakukan manusia adalah untuk terus menyeimbangkan antara alam dengan perilaku manusia itu sendiri. 

Konstruksi yang saling berhubungan dan dinamis yang dibangun manusia turut menjadi suatu permasalahan. "Kota Cerdas termasuk di dalamnya, karena penerapannya yang kurang tepat malah mendorong manusia menjadi boros energy," papar pakar pembangunan berkelanjutan ini.

Mengingat besarnya pengaruh dari adanya pengembangan sebuah kota, Prof Raoul kemudian mengemukakan gagasan Conscious City, yang mana setiap kota tidak harus menerapkan keseluruhan konsep kota cerdas dan tetap berfokus pada potensi daerah tersebut. Konsep ini menitikberatkan potensi daerah, yaitu pembangunan dapat berasal dan bersumber dari potensi tersebut, mulai dari alam hingga budaya dari daerah itu sendiri. 

"Tidak perlu serta merta membangun infrastruktur dan melakukan digitalisasi besar-besaran, yang paling penting adalah menyadari potensi,” ujarnya. 

Jika konsep tersebut diterapkan dengan benar, lanjutnya, berbagai proyek pembangunan yang tidak ramah lingkungan dapat dihindari, sehingga dapat mengurangi potensi perubahan iklim. 

Bambang Soemardiono, selaku Ketua Pelaksana kegiatan ini mengungkapkan, konsep kota cerdas sendiri sebenarnya memperhatikan banyak aspek dan penerapannya perlu untuk disesuaikan dengan karakteristik sebuah daerah. Selain itu, konsep tersebut bukan bergantung sepenuhnya pada teknologi dan infrastrukturnya, tetapi justru pada manusianya. 

"Karena itu peran manusia menjadi sangat penting, dan konsep conscious city ini lebih dari sekadar smart city,” ujar dosen Departemen Arsitektur ITS ini.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya