1 Oktober, Mengenang Sejarah Hari Kesaktian Pancasila

Hari Kesaktian Pancasila jatuh tiap 1 Oktober. Ingin tahu kisah yang terjadi dibaliknya?

oleh Liputan Enam diperbarui 01 Okt 2019, 12:30 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2019, 12:30 WIB
20150929-Sambut Hari Kesaktian Pancasila, Museum Lubang Buaya Ramai Dikunjungi Siswa-Jakarta
Sejumlah Pramuka mengabadikan patung tujuh pahlawan revolusi di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Pemerintah akan mengadakan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober mendatang. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Di media sosial ramai sejumlah lembaga mengucapkan Selamat Hari Kesaktian Pancasila.

Selain itu, setiap 1 Oktober juga diadakan upacara Hari Kesaktian Pancasila setiap tahunnya. Upacara ini sebagai wujud untuk mengenang dan menghormati para jasa pahlawan revolusi. Diharapkan peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober sebagai momen untuk memperkuat kesatuan dan persatuan.

Demikian juga disampaikan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa lewat akun instagramnya @khofifah.ip. Ia mengunggah ucapan Selamat Hari Kesaktian Pancasila. "Tujuan kita bernegara sama. Jadi ayo jaga Indonesia, jangan mau diadu domba," tulis dia lewat akun instagramnya, Selasa (1/10/2019).

Penetapan hari ini pun terkait erat dengan peristiwa yang biasa disebut G30S (Gerakan 30 September). Saat itu berlangsung peristiwa pembunuhan terhadap sejumlah jenderal.  

Perwira yang tewas pada G30SPKI terdiri dari enam jenderal TNI AD dan satu perwira TNI AD, yakni Ahmad Yani, Raden Soeprapto, Mas Tirtodarmo Haryono, Siswondo Parman, Donald Isaac Panjaitan, Sutoyo Siswodiharjo, dan Pierre Andreas Tendean.

Lalu, mengapa 1 Oktober bisa dikukuhkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila? Apa kaitannya dengan G30SPKI? Berikut ini, Liputan6.com uraikan mengenai cikal bakal terjadinya Hari Kesaktian Pancasila yang dilansir Merdeka.com.

Pada peristiwa Gerakan 30 September 1965 enam jenderal dan satu perwira TNI AD menjadi korban. Sebelumnya para jenderal dan satu perwira TNI AD dibawa dan dimasukan ke dalam sumur berdiameter 75 sentimeter, dengan kedalaman 12 meter. Sumur itu di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. PKI menuduh para jenderal itu akan bertindak makar terhadap Soekarno melalui Dewan Jenderal.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Hari Kesaktian Pancasila

20150929-Sambut Hari Kesaktian Pancasila, Museum Lubang Buaya Ramai Dikunjungi Siswa-Jakarta
Bangunan Pos Komando yang pernah digunakan PKI di Monumen Pancasila Sakti, Jakarta, Selasa (29/9/2015). Pemerintah akan mengadakan upacara peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober mendatang. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Usai menculik dan menumpaskan enam jenderal dan satu perwira, pasukan Letkol Untung keesokan paginya berhasil mengambil alih Radio Republik Indonesia (RRI), dan menyebarkan propagandanya.

Akan tetapi, perampasan itu hanya terjadi selama kurang dari satu hari, lantaran Kostrad mampu merebut kembali RRI. Selanjutnya, jenazah Ahmad Yani, beserta enam orang lainnya diketemukan di Lubang Buaya.

Selama lima hari, pemberontakan berhasil diredam. Di bawah perintah Mayjen Soeharto, sisa-sisa pemberontak diburu ke seluruh penjuru, termasuk Aidit yang diduga otak Gerakan 30 September atau disingkat G30S.

Berkat segala perannya, dan karena telah gugur di medan perang, yaitu di Lubang Buaya, akhirnya 7 orang itu diberi kehormatan dengan menyandang gelar sebagai Pahlawan Revolusi.

Jasad para jenderal dan satu perwira pertama itu pun akhirnya berhasil ditemukan di sumur Lubang Buaya pada 3 Oktober 1965. Kemudian pemerintah orde baru menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Sedangkan 1 Oktober sebagai hari kesaktian pancasila. Pancasila memiliki kesaktian yang tidak dapat tergantikan oleh paham apapun.

Peneliti media dan pengajar jurnalisme, Ashadi Siregar menuturkan, hari kesaktian Pancasila mengandung makna perkabungan nasional. Menurut dia, kekuatan anti Pancasila atau berbagai pemberontakan, perlu disikpai dengan pemahaman kesejarahan yang bersifat rasional, bukan dengan irasionalitas keyakinan saktinya Pancasila.

(Wiwin Fitriyani, mahasiswi Universitas Tarumanagara)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya