Liputan6.com, Surabaya - Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot Surabaya) meminta bantuan hukum kepada Kejaksaan Negeri Surabaya terkait Jalan Tambak Wedi Baru yang kembali ditembok lagi oleh warga.
"Jadi kami sudah meminta pendampingan hukum kepada kejaksaan,” tutur Kepala Bagian Hukum Pemerintah Pemkot Surabaya, Ira Tursilowati ditemui di ruang kerjanya, Rabu (8/1/2020).
Hingga kini, Pemkot Surabaya masih berkoordinasi dengan berbagai pihak termasuk meminta pendapat hukum dengan kejaksaan.
Advertisement
Baca Juga
Ia menuturkan, Jalan Tambak Wedi Baru sudah lama tercatat sebagai aset pemerintah kota. Hal itu berdasarkan Peta Topografi Komando Daerah Militer V/Brawijaya (Topdam) yang diukur dan dibuat peta pada 1929.
"Dalam peta tersebut, Jalan Tambak Wedi Baru itu memang sudah berupa jalan, meskipun saat itu masih berbentuk jalan setapak,” ujar Ira.
Seiring berjalan waktu, pada 2002 melalui musrenbang kelurahan, Jalan Tambak Wedi Baru Surabaya hingga Jalan Kedung Cowek diaspal dan terus dimanfaatkan menjadi jalan umum.
Selain itu, Jalan Tambak Wedi Baru sudah tercatat dalam Sistem Informasi Manajemen Barang dan Aset Daerah (SIMBADA).
"Jadi sudah jelas bahwa itu aset resmi Pemkot Surabaya,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Menelusuri Data
Oleh karena itu, dia juga menyayangkan apabila ada warga yang menutup jalan itu dengan tembok. Sebenarnya, lanjut dia, persoalan Jalan Tambak Wedi Baru ini sudah pernah ada koordinasi antara warga yang mengklaim pemilik dengan jajaran Pemkot Surabaya.
Bahkan, koordinasi itu sudah dilakukan hingga tiga kali, pertama di Balai Kota Surabaya, DPRD Surabaya dan di Mapolres Pelabuhan Tanjung Perak.
Dari hasil koordinasi itu, diketahui warga yang mengklaim pemilik itu mendapatkan tanah itu dari hasil lelang 1998. Kemudian pada 2018, mereka baru melakukan balik nama ke BPN.
"Nah, saat itu BPN memberikan informasi kepada mereka bahwa Jalan Tambak Wedi Baru itu masuk sertifikatnya, sehingga saat itu dia langsung ingin menutup jalan tersebut. Padahal BPN belum mengeluarkan produk apapun terkait dengan keterangan tersebut, hanya sekadar informasi. Yang perlu diperhatikan juga, kata BPN, kalau beli dari hasil lelang, harus menerima apa adanya seperti itu," kata dia.
Di samping itu, sertifikat mereka keluarnya pada 1983. Setelah dicek beberapa datanya hingga ke kelurahan, ternyata ada ketidaksamaan data dengan buku tanah di kelurahan. Pemkot Surabaya pun masih menelusuri data tersebut.
Advertisement