Curahan Hati Pedagang Terkait PSBB Surabaya Raya Memasuki Tahap II

Pedagang kecil hingga menengah mengaku usahanya terpukul imbas Corona COVID-19.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 11 Mei 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2020, 15:00 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Jalan MERR IIC Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Sejumlah pedagang asal Surabaya, Jawa Timur merespons terkait penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya tahap II. Penerapan PSBB tersebut, menurut pedagang, bakal semakin membuat perekonomiannya terpukul. 

Di sektor pedagang kecil, dampaknya sangat berat, seperti yang dialami pengusaha air isi ulang di kawasan Lidah Wetan, Ade Irawan, yang omzetnya menurun drastis. Sebelum PSBB, sehari ia bisa melayani isi ulang hingga 80 galon  lebih. Akan tetapi, sejak PSBB, sehari tidak sampai lima galon.

"Warung kopi tutup semua. Pelanggan saya rata-rata memang warkop. Sekarang enggak ada," kata Ade, Senin (11/5/2020). 

Ade juga mempertanyakan apakah dengan PSBB, ada jaminan pandemi COVID-19 bisa selesai. "PSBB 14 hari. Kalau dijamin berkurang enggak masalah. Kalau perlu lockdown. Tapi ini = tidak. Corona-nya enggak hilang, rejeki saya malahan yang hilang," kata Ade.

Jika PSBB ditambah 14 hari lagi, ia tidak tahu bagaimana lagi cara menghidupi keluarganya. Sebab, sampai hari ini ia tidak pernah mendapat bantuan sosial dari pemerintah. "Ya mungkin karena saya punya usaha isi ulang, jadi dianggap mampu. Padahal, ini lagi seret," ujar dia.

 

 

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Pengusaha air isi ulang di kawasan Lidah Wetan, Ade Irawan. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

PSBB juga mempersulit pengusaha menengah. Ketua Paguyuban Pedagang Buah wilayah Tanjung Sari, Surabaya, M Lukman menyebut, seharusnya untuk memperpanjang PSBB harus dipikirkan ulang. 

"Kalau PSBB yang pertama gagal, kenapa ada PSBB kedua. Ini sama saja dengan mengulang kegagalan," kata Lukman.

Selama masa PSBB, pedagang buah  malah merugi. Sebab, barang yang keluar masuk, durasinya dibatasi dengan batas jam operasional. Padahal, lanjut Lukman, buah berpotensi busuk jika tidak cepat habis.

Lukman tidak menampik, dalam kondisi pandemi COVID-19 seperti ini, semua sektor ekonomi memang sebagian besar jatuh. Akan tetapi, pemerintah diharapkan tidak menambah beban lagi.

"PSBB itu beban bagi kami. Kalau seandainya, PSBB itu kemarin itu sukses, kasusnya bisa berkurang, kita ikut saja. Tapi kalau gagal, kenapa diulang lagi? Kita terlanjur rugi nggak jualan maksimal. Ini sangat merugikan masyarakat kecil," lanjut Lukman.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Berimbas Kepada Penyalur LPG

Tambal Beban Fiskal, Pemerintah Bakal Kembangkan Jaringan Gas
Pekerja saat melakukan penurunan elpiji 3 kilogram di Jakarta, Kamis (5/3/2020). Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan tidak akan mencabut subsidi elpiji 3 kilogram. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ketua Paguyuban Pangkalan LPG Surabaya Barat, Tulus Warsito, juga mengeluhkan hal sama. Dia menuturkan, PSBB bukan solusi terbaik. Pemerintah, kata Tulus, hanya melihat dari sisi pandemi. Akan tetapi, tidak melihat ekonomi masyarakat kecil.

"Itu bukan solusi. Coba seandainya pemerintah merasakan bagaimana jadi masyakarat, pasti dia akan protes," kata Tulus.

Tulus menjelaskan, efek PSBB sangat berimbas pada panyalur LPG. Sejak diberlakukannya jam PSBB, tidak ada lagi warung-warung yang berani jualan di malam hari. Sementara, masyarakat yang biasa membuka warung di rumahnya, juga tidak lagi buka. Alhasil, penjualan LPG juga mengalami penurunan.

"Omzet menurun, kita sebagai penyalur gas untuk kebutuhan masyarakat langsung, juga tidak mendapatkan kebijakan tertentu sejak PSBB. Kita boleh jualan, tapi enggak ada yang beli. Apa untungnya?" lanjutnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya