Peringati Hari Jadi Surabaya, Kota Pahlawan Kini Berjuang Lawan COVID-19

Sebelum masa kemerdekaan, pada 1293, di kota itu terjadi pertempuran antara Raden Wijaya dengan pasukan Mongol yang dipimpin oleh Kubilai Khan.

oleh Agustina MelaniErik diperbarui 08 Nov 2020, 22:19 WIB
Diterbitkan 31 Mei 2020, 04:00 WIB
(Foto: Dok Surabaya.go.id)
Patung Suro dan Boyo di Surabaya, Jawa Timur (Foto: Dok Surabaya.go.id)

Liputan6.com, Jakarta - Tak salah menilai Surabaya sebagai kota perjuangan. Sejak awal berdirinya kota yang berjudul Pahlawan ini memang dipenuhi dengan kisah-kisah heroisme. Hal itu selaras dengan namanya yang terdiri dari dua suku kata yang berarti berani menghadapi bahaya.

"Istilah Surabaya terdiri dari kata sura (berani) dan baya (bahaya), yang kemudian secara harfiah diartikan sebagai berani menghadapi bahaya yang datang,” dikutip dari laman surabaya.go.id

Sebelum masa kemerdekaan, pada 1293, di kota itu terjadi pertempuran antara Raden Wijaya dengan pasukan Mongol yang dipimpin oleh Kubilai Khan. Peristiwa itu terjadi pada 31 Mei yang kemudian diabadikan sebagai hari jadi Kota Surabaya.

Sejarawan dari Universitas Airlangga, Purnawan Basundoro menuturkan, penetapan hari jadi Surabaya pada 31 Mei berdasarkan keputusan pemerintah. Hal itu diputuskan dalam Surat Keputusan Walikotamadya Nomor 64/WK/75/18 Maret 1975 tentang hari jadi kota Surabaya yang jatuh pada 31 Mei 1293. Keputusan ini sebelumnya melalui pembahasan di DPRD Surabaya. Kemudian ditetapkan DPRD Kota Surabaya.

Purnawan menambahkan, keputusan penetapan hari jadi itu bertepatan dengan pengusiran tentara Tartar oleh Raden Wijaya. Berdasarkan penelitian hal itu dilakukan di Surabaya, Jawa Timur.

"Merujuk pada hasil keputusan pemerintah tentang hari jadi Surabaya melalui perda pada 1975 penetapan hari Surabaya pada 31 Mei 1293,” ujar Purnawan saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (31/5/2020).

Ia menuturkan, sebelum 1975, hari ulang tahun Pemerintah Kota Surabaya ditetapkan pada 1 April. Hal itu ditetapkan oleh Belanda karena Surabaya sebagai kota otonom pada 1 April 1906.

"Dulu Belanda tetapkan karena kota otonom. Masyarakat Surabaya nampaknya anggap hari jadi Surabaya itu buatan Belanda jadi dianggap tidak nasionalis, kemudian ditetapkan pada 31 Mei mengingat pengusiran tentara Tartar oleh Raden Wijaya," ujar Purnawan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Kota Pahlawan

(Foto: Dok Humas Pemkot Surabaya)
Tugu Pahlawan Merah Putih di Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Dok Humas Pemkot Surabaya)

Surabaya merayakan hari jadi ke-727 pada 31 Mei 2020, menurut Purnawan menunjukkan Surabaya sebagai kota bersejarah dan kota tua yang melewati peristiwa-peristiwa bersejarah. Salah satunya pertempuran 10 November. 

Pada masa penjajahan, arek-arek Suroboyo, sebutan akrab buat para pejuang Surabaya yang berbekal bambu runcing itu melawan sekutu. Momen 10 November 1945 itu kelak menjadi dasar penamaan Surabaya sebagai Kota Pahlawan.

"Dalam pertempuran 10 November membuat kota pahlawan, bagian perjuangan dari kota Surabaya," ujar Purnawan.

Kota ini bak album sejarah perjuangan dan heroisme yang merekam peristiwa-peristiwa penting merebut kemerdekaan dari tangan musuh. Melalui Keppres No. 316 Tahun 1959, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional untuk menghargai para pahlawan yang berjuang di Kota Surabaya.

Tak ada yang mampu meredupkan semangat juang arek-arek Suroboyo. Menghadapi musuh berbedil yang kasat mata, maupun tak kasat mata. Saat ini, Surabaya juga sedang berjuang untuk melawan COVID-19. Hingga 29 Mei 2020, total pasien positif Corona COVID-19 mencapai 2.394 orang.

Purnawan pun berharap Surabaya lebih serius tangani COVID-19. Hal ini mengingat, jumlah pasien positif Corona COVID-19 tertinggi di Jawa Timur. Padahal di kota-kota lain mulai melandai jumlah pasien positif Corona COVID-19. Purnawan mengharapkan masyarakat dapat disiplin sehingga memutus rantai penyebaran COVID-19.

"Momentum untuk disiplin. Semua pihak mulai dari pemerintah kota, polisi, TNI, dan masyarakat bahu membahu hadapi COVID-19. Kalau sendiri enggak bisa, harus gotong royong," ujar dia.

Ketua IDI Surabaya Brahmana Askandar mengatakan, saat ini kondisi rumah sakit penuh. Oleh karena itu, rantai penularan COVID-19 harus diputus.

“Seberapa besar pengembangan rumah sakit tidak akan begitu bermanfaat ketika sumbernya masih banyak. Harus ada peran serta masyarakat,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, jangan sampai yang sakit melebihi kapasitas fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, ia mengimbau untuk mematuhi anjuran pemerintah, menerapkan jaga jarak, cuci tangan, dan bila tidak ada keperluan penting sebaiknya di rumah saja.

“Pakai masker dengan benar. Dalam arti memakai masker bukan untuk syarat saja, tapi dipakai tidak benar, masih melorot. Memakai masker karena untuk tidak tertular, maupun tidak menularkan,” ujar dia.

Meski sedang dirundung pilu akibat pandemi COVID-19, Surabaya akan mampu melewatinya. Seperti yang telah tercatat dalam sejarah.

Kota Perdagangan

(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Jalan MERR IIC Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Sejarah Surabaya juga berkaitan dengan aktivitas perdagangan. Secara geografis Surabaya memang diciptakan sebagai kota dagang dan pelabuhan dengan hilir mudik para pedagang baik dari mancanegara maupun dalam negeri.

Surabaya merupakan pelabuhan gerbang utama Kerajaan Majapahit. Letaknya yang dipesisir utara Pulau Jawa membuatnya berkembang menjadi sebuah pelabuhan penting di zaman Majapahit pada abad ke-14.

Berlanjut pada masa kolonial, letak geografisnya yang sangat strategis membuat pemerintah Kolonial Belanda pada abad ke-19, memposisikannya sebagai pelabuhan utama.

Perannya, sebagai collecting centers dari rangkaian terakhir kegiatan pengumpulan hasil produksi perkebunan di ujung Timur Pulau Jawa, yang ada di daerah pedalaman untuk diekspor ke Eropa.

“Surabaya berperan sebagai kota dagang dan pusat ekonomi di bagian timur Indonesia pada 1930-an. Bahkan Batavia kalah, karena pusat pemerintahan,” ujar Purnawan.

Lebih lanjut ia menuturkan, di Surabaya dan sekitarnya terdapat 38 pabrik gula, dan hasil gula diekspor. Ini membuat Surabaya sebagai kota perdagangan dan industri.

“Dengan ada pabrik gula memunculkan industri lain, ada perbengkelan, hingga tumbuh menjadi kota besar. Ketika industri di Indonesia pada 1970-an, Surabaya dikenal sebagai pusat industri,” ujar Purnawan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya