Alasan MTI Jatim Minta Harga Solar Diturunkan  

Ketua Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur (Jatim) Bambang Haryo Soekartono mengungkapkan, turunnya harga minyak dunia sejak awal tahun ini seharusnya segera direspons oleh pemerintah dengan menurunkan harga bahan bakar minyak, terutama solar,

oleh Dian Kurniawan diperbarui 04 Jun 2020, 18:30 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2020, 18:30 WIB
Ilustrasi Solar naik (3)
Ilustrasi Solar naik (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

 

Liputan6.com, Surabaya Ketua Masyarakat Transportasi (MTI) Jawa Timur (Jatim) Bambang Haryo Soekartono mengungkapkan, turunnya harga minyak dunia sejak awal tahun ini seharusnya segera direspons oleh pemerintah dengan menurunkan harga bahan bakar minyak, terutama solar, untuk meringankan beban rakyat di tengah pandemi Corona Covid-19.

Namun hingga kini, pemerintah tidak menggubris tuntutan transparansi harga solar. Padahal, penurunan harga solar bisa menjadi solusi untuk menggerakkan ekonomi secara mandiri, sehingga pemerintah tidak perlu mencari pinjaman asing untuk membiayai pemulihan ekonomi.

“Penurunan harga solar bisa menjadi insentif bagi sektor-sektor usaha yang terpukul akibat wabah corona, seperti industri manufaktur, transportasi publik dan logistik, maritim, perikanan, UMKM, serta pembangkit PLN agar tarif listrik lebih murah. Kalau sektor-sektor ini tetap hidup, PHK massal dapat dicegah dan ekonomi akan bergerak,” ujarnya di Surabaya, Kamis (4/6/2020). 

Pria yang juga pernah menjadi anggota Komisi VI DPR RI periode 2014-2019 dari Fraksi Gerindra ini mengatakan, multiplier effect solar sangat besar bagi perekonomian sebab mempengaruhi biaya operasional semua sektor usaha. Misal, 70 hingga 80 persen biaya operasional transportasi logistik di Indonesia untuk pembelian solar. Jika harga solar turun, maka ongkos angkut ikut turun sehingga harga barang menjadi lebih murah, daya beli masyarakat pun meningkat.

Bambang Haryo menilai pemerintah kurang sensitif terhadap kesulitan pelaku usaha dan masyarakat karena membiarkan PT Pertamina (Persero) menjual solar lebih mahal dari seharusnya, bahkan jauh di atas harga di negara tetangga seperti Singapura.

Sebagai informasi, berdasarkan data bunker-ex.com, bunker solar jenis MGO (HSD) di pelabuhan Singapura per 29 Mei 2020 tercatat USD298,5 per 1.200 liter atau sekitar Rp 3.600 per liter (kurs Rp14.500 per dollar AS). 

Harga ini lebih rendah dari harga solar nonsubsidi (HSD) di Indonesia Rp 7.300 per liter (per Mei 2020), juga lebih murah dari solar subsidi di Indonesia Rp5.150 per liter.

Tuntutan penurunan harga solar juga disampaikan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Dia berharap pemerintah menurunkan harga BBM, terutama bagi sektor usaha dan bisnis yang terdampak pandemi Corona Covid-19. 

“Penurunan harga BBM merupakan hal yang wajar jika merujuk pada harga minyak mentah dunia yang turun signifikan. Penurunan harga ini dapat menjadi insentif, terutama bagi sektor usaha yang sangat terpukul akibat pandemi corona," ujarnya. 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya