Liputan6.com, Jakarta - Tim riset dari Institut Teknologi Bandung (ITB) mengungkap potensi gempa besar yang bisa memicu tsunami di selatan Pulau Jawa. Lalu bagaimana pemerintah provinsi Jawa Timur mengantisipasi hal itu?
Tenaga Ahli Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur, Suban Wahyudiono menuturkan, pemerintah provinsi (pemprov) Jawa Timur berupaya memitigasi bencana.
Suban mengatakan, dalam program Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yaitu berupaya menurunkan indeks risiko bencana (IRB). IRB ini merupakan potret risiko bencana di Indonesia yang disusun BNPB berdasarkan tiga faktor yaitu tingkat ancaman, kerugian, dan ketahanan.
Advertisement
“Dengan Gubernur Khofifah Indar Parawansa, di nawa bhakti satya dan RPJM 2019-2024 ada menurunkan indeks risiko bencana. BPBD Jatim siap laksanakan itu. Pemprov Jatim satu-satunya provinsi yang memasukkan penurunan indeks risiko bencana tersebut diutamakan,” ujar dia, saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Sabtu, (26/9/2020).
Baca Juga
Subhan mengatakan, pihaknya sudah sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai potensi bencana tsunami. Pada Juli 2019, tim BPBD provinsi, BPBD kabupaten kota, BNPB pusat, relawan telah melakukan mitigasi.
Pihaknya juga memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat yang wilayahnya rawan bencana.
"Ada 200 orang melakukan sosialisasi, edukasi kepada masyarakat mengenai ancaman bencana di daerahnya. Bahkan edukasi yang diberikan ke anak-anak lewat nyanyian, kalau ada gempa lindungi kepala, hindari kaca, dan lari di tempat terbuka, edukasi seperti itu," tutur dia.
Pihaknya memetakan ada sembilan kabupaten kota di Jawa Timur punya potensi tinggi bencana tsunami.
“Yang punya potensi tinggi Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, (Kabupaten, kota, red) Blitar, Malang, Lumajang, Jember dan Banyuwangi. 9 kabupaten kota dan 156 desa punya potensi tinggi bencana tsunami di Jawa Timur. Paling banyak di Kabupaten Banyuwangi ada 46 desa,” kata dia.
Upaya lain memitigasi bencana dengan memasang rambu-rambu di kawasan wisata di wilayah selatan Jawa Timur. Selain itu membuat shelter dari alam dan buatan. Subhan mengatakan, atas perintah Sekda Provinsi segera direncanakan dan membuat shelter buatan.
"Harus ada shelter alam dan buatan di kawasan wisata wilayah selatan Jatim. Jadi saat tsunami, ada titik kumpul bisa berupa shelter alam dan buatan. Shelter ini tempat tinggi. Bencana tsunami itu ada rumus 20 detik terjadi gempa, 20 menit waktu lari, 20 meter kita harus capai ketinggian, harus cari lokasi misalkan tempat wisata yang ada bukitnya dibuatkan jalan dan trap-trap,” kata dia.
Subhan menambahkan, saat ini pola pikir juga diubah untuk menghadapi bencana. Jika dulu responsif, sekarang menekankan preventif. Subhan menuturkan, penanganan bencana lebih menekankan preventif melihat dari hasil survei yang dilakukan kepada individu yang selamat dalam bencana.
"35 persen itu berdasarkan dari pengetahuan dan keterampilannya, 32 persen dari keluarga, 28 persen dari tetangga, dua persen dari regu penolong. Sekarang ada perubahan mindset dulu responsif jadi preventif,” ujar dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Bentuk Desa Tangguh
Salah satu dilakukan dengan membentuk desa tangguh. Upaya ini untuk mencegah dan memetakan daerah rawan bencana. Subhan menuturkan, ada sekitar 656 desa tangguh di Jawa Timur. Dengan ada desa tangguh diharapkan bisa menghadapi terjadinya bencana. “Tiap tahun dilombakan, mulai dari administrasi hingga simulasi,” kata dia.
Ia mencontohkan, ketika bencana alam longsor di Pacitan pada 2019. "Saat itu lihat desa di Pacitan, tetapi ada hujan deras, kemudian saya dibilang untuk berhenti dulu karena hujan lama dua jam, dan dibilang 10-15 menit lagi banjir. 10-15 menit kemudian banjir. Saya telepon BPBD dan daerah situ, dan memang sudah jadi desa tangguh di sana, jadi orang-orang sudah tahu, tahu bisa selamatkan diri sendiri, harta, keluarga dan minimal tetangga,” kata dia.
Kemudian upaya lainnya menurut Subhan dengan strategi pentahelix untuk mitigasi bencana.”Ini tak bisa pemerintah saja tetapi ada TNI Polri, masyarakat bisa LSM, ormas, relawan, akademisi, dunia usaha lewat program CSR, dan media jadi satu yaitu pentahelix,” kata dia.
Advertisement