SKL Warga Maospati Magetan Ditahan Rumah Sakit, Begini Penjelasan Dinkes Surabaya

Ketika jadwal persalinan 30 September 2020 tiba, pasutri itu memilih untuk mendapatkan layanan ke rumah sakit swasta atas kemauannya sendiri.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Okt 2021, 10:05 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2021, 10:05 WIB
(Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita (Foto: Liputan6.com/Dian Kurniawan)

Liputan6.com, Surabaya - Surat keterangan lahir (SKL) anak pasangan pasangan suami istri Agung Cahyono dan Silvia Damayanti ditahan pihak rumah sakit karena tidak mampu bayar persalinan. Akibatnya, pasutri asal Maospati Magetan ini tidak bisa mengurus akta kelahiran.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya Febria Rachmanita angkat bicara membeberkan asal mula kasus ini. Dia mengatakan, pada 14 Agustus 2020, pasangan Agung Cahyono dan Silvia Damayanti datang ke Puskesmas Gundih Surabaya untuk pemeriksaan kehamilan. Dari situ pasien diberi rujukan agar ke RSUD dr Soewandhie. 

"Sebab, hasil pemeriksaan kehamilan di puskesmas, didapatkan pasien memiliki tekanan darah 140/80 MMHg, dengan diagnosa Pre Eklamsia," katanya, Rabu (20/10/2021), dikutip dari Antara.

Namun, ketika jadwal persalinan 30 September 2020 tiba, pasutri itu memilih untuk mendapatkan layanan ke rumah sakit swasta atas kemauannya sendiri. 

"Sebelumnya, pihak rumah sakit swasta juga sudah menjelaskan kepada pasien terkait prosedur pelayanan dan pembiayaannya. Karena, rumah sakit itu sendiri belum bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, maka pasien setuju membayar deposit Rp 4 juta," ujarnya.

Sesuai protap, kata dia, pihak rumah sakit swasta tentu berkewajiban untuk melayani persalinan pasien tersebut. Pasien pun akhirnya melahirkan dengan Sectio Caesar. 

Ketika akan keluar rumah sakit dengan total biaya persalinan Rp 15,8 juta yang sudah dipotong deposit, rupanya pasien tidak mampu membayar. Pihak rumah sakit swasta pun tetap memberikan keringanan kepada pasien dengan cara mencicil selama 12 bulan.

"Pasien pun menyetujuinya dengan menandatangani surat persetujuan. Jadi setiap bulan pasien bisa mencicil Rp 300 ribu ke rumah sakit swasta tersebut selama 12 bulan," katanya.

Namun, itikad baik dari rumah sakit swasta, rupanya dilupakan oleh pasutri ini karena cicilan kedua dan seterusnya belum pernah dibayarkan. Terlebih pula, sejak Januari hingga 12 Oktober 2021, pihak rumah sakit tidak bisa menghubungi pasutri itu karena ponsel tidak aktif. Sehingga, komunikasi kemudian dilakukan melalui penghubung pasien.

"Tanggal 13 Oktober 2021, pihak rumah sakit kemudian menghubungi penghubung pasien untuk menanyakan sisa tagihan dan meminta pasutri untuk datang ke rumah sakit," katanya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Biaya Membengkak

Diketahui pasutri ini sempat mengadukan persoalan yang dialaminya ke Fraksi PDIP DPRD Kota Surabaya beberapa hari lalu. Pasutri ini mengaku gara-gara tidak mampu membayar biaya persalinan sebesar Rp15 juta, SKL tertahan di sebuah rumah sakit. Padahal, surat itu untuk mengurus akta kelahiran.

Pada Agustus 2020, Silvia menjalani operasi sesar di salah satu rumah sakit swasta khusus ibu dan anak di Surabaya. Pihak rumah sakit menyarankan operasi karena kondisi ibu berusia 21 tahun itu kritis. Namun karena tidak menerima pasien BPJS Kesehatan, Silvia pun didata sebagai pasien umum. 

Dalam surat persetujuan tersebut, tercantum estimasi biaya sebesar Rp19 juta. Namun, pascaoperasi biayanya membengkak dari Rp19 juta naik menjadi Rp 28 juta atau bertambah Rp 9 juta. Pasutri itu kaget karena biayanya membengkak. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya