Liputan6.com, Tulungagung - Sejumlah warga di Tulungagung protes dan menolak nilai ganti rugi lahan terdampak tol Kediri-Tulungagung yang dianggap belum sesuai harapan. Bahkan disebut masih di bawah harga pasaran tanah daerah itu.
"Kami merasa ditindas, karena selama ini tidak ada pemberitahuan harga. Kami hanya disodorkan harga tanpa ada musyawarah atau nego harga," kata Devi, warga Tulungagung, Selasa (31/10/2023), dikutip dari Antara.
Devi mencontohkan, tanah yang berbatasan langsung dengan jalan raya dihargai Rp2 jutaan per meter persegi. Padahal tanahnya pernah ditawar Rp7 juta per meter persegi oleh orang.
Advertisement
"Lebih rendah, jauh banget," ujarnya pula.
Aksi yang dilakukan menuntut tanah yang terdampak dihargai lebih tinggi dari harga pasar, seperti janji saat sosialisasi pada pemilik tanah. Namun faktanya harga yang diberikan lebih rendah dari harga pasar.
Sebenarnya pihak warga meminta tanahnya dihargai sesuai harga pasar, namun warga juga menuntut ada santunan bagi mereka. Sebab dengan harga yang sama dengan pasar, warga mengaku tidak akan bisa mendapat tanah serupa dengan harga sama.
"Tanah di kota, dekat jalur provinsi, kami juga tidak niat menjual dan panennya bisa tiga kali dalam setahun,” katanya lagi.
Devi melanjutkan, tanah di persawahan yang terdampak tol akan digunakan sebagai penghasilan pensiun bagi sebagai warga.
Tanah yang terdampak merupakan tanah persawahan yang bisa menghasilkan Rp 70 juta rupiah sekali panen.
Menanggapi komplain warga tersebut, Tim Pengadaan Lahan Jalan Tol Tulungagung-Kediri dan Tulungagung-Blitar-Malang, mempersilakan warga mengajukan keberatan atas ganti-rugi lahan.
"Kami menghormati pendapat masyarakat. Tapi karena nilai ganti kerugian menjadi wewenang sepenuhnya dari appraisal/KJPP, sehingga jika ada yang merasa nilai ganti kerugian di bawah harga pasar maka dipersilakan untuk mengajukan gugatan keberatan," kata Tim Pengadaan Lahan Jalan Tol Tulungagung-Kediri Linanda Krisni.
Persilakan Warga Ajukan Gugatan ke Pengadilan
Ia menegaskan, pihaknya tidak pernah membahas harga ganti rugi lahan terdampak tol.
Menurut dia, beberapa kali pertemuan yang dilakukan sebatas sosialisasi dan konsultasi publik. Kalau soal penentuan harga ganti rugi atau ganti untung lahan terdampak, hal itu menjadi ranah dan kewenangan tim appraisal yang bersifat tunggal dan mengikat.
Kalaupun sempat ada pembahasan, kata dia, yang dimusyawarahkan hanya bentuk ganti kerugian. Bukan nominal atau nilai ganti rugi atau ganti untung, katanya.
"Ini bentuk kerugian (yang dibahas). Bukan terkait range (harga). Bentuk kerugian sesuai aturan itu bisa uang saham atau penggantian tanah," ujarnya pula.
Linanda Krisni mempersilakan pihak warga atau masyarakat yang belum sepakat dengan nilai ganti rugi, agar mengajukan gugatan keberatan di pengadilan negeri.
Namun, katanya lagi, perlu diketahui saja bahwa kalaupun dilakukan mediasi, konteks bahasanya bukan untuk negosiasi harga melainkan menyampaikan hal-hal sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Advertisement