Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan perangkat komputer dan gadget lainnya di Indonesia terbilang tinggi. Namun, pertumbuhan yang ada di sektor perangkat keras disebutkan tak berbanding lurus dengan angka adopsi perangkat lunak resmi.
Sebuah studi membuktiikan bahwa sebagian besar orang Indonesia masih lebih memilih perangkat lunak bajakan. Laporan itu mengungkap, di Indonesia perangkat lunak menduduki peringkat pertama dengan raihan 33,50% sebagai produk yang paling sering dibajak.
Studi yang dilakukan oleh Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) bersama dengan Makara Mas Universitas Indonesia yang berjudul 'Economic Impact of Counterfeiting in Indonesia' tersebut mengungkap produk yang sering dibajak ialah kosmetik, obat-obatan, pakaian, barang-barang berbahan kulit, serta makanan dan minuman.
Studi ini juga mengungkapkan bahwa Indonesia mengalami kerugian akibat kehilangan potensi pendapatan pajak tidak langsung dari penjualan perangkat lunak asli. MIAP pun melakukan sosialiasi kepada masyarakat terkait aturan baru yang melarang penggunaan perangkat lunak bajakan.
"Kami mengapresiasi lahirnya UU Hak Cipta no. 28/ 2014 yang berusaha melindungi industri perangkat lunak. UU ini juga dapat mendukung usaha pemerintah Indonesia untuk keluar dari Priority Watch List yang dikeluarkan oleh US Trade Representative,” ujar Widyaretna Buenastuti Ketua MIAP dalam keterangan tertulisnya.
Dukungan terkait UU Hak Cipta tersebut tak hanya datang dari MIAP, Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) dan jajaran Kepolisian Daerah Metro Jaya mengaku juga mendukung penuh UU Hak Cipta agar masyarakat menghindari penggunaan perangkat lunak bajakan.
"Adanya UU Hak Cipta yang baru kami harapkan bisa menekan jumlah pengguna perangkat lunak bajakan seminim mungkin. Sudah saatnya menggugah kesadaran masyarakat untuk menggunakan software asli," ungkap Soegiharto Santoso, Ketua Umum DPP APKOMINDO.
Ketiga pihak tersebut ingin memberitahukan masyarakat adanya ancaman yang cukup besar bagi pelaku pembajakan di UU Hak Cipta No.28/2014 berupa denda sebesar Rp 500 juta hingga Rp 1 triliun kepada pelaku pembajakan. Denda tersebut naik dua kali lipat dari UU Hak Cipta sebelumnya.
Selain itu, UU Hak Cipta yang baru juga menitikberatkan tanggung jawab pemilik mal atau hypermarket untuk tidak membiarkan produk bajakan dijual di tempat usahanya. Jika pemilik tempat usaha lalai dalam mematuhi UU ini, mereka dapat dikenakan denda hingga Rp 100 juta.
"Keberhasilan dalam penegakan peraturan ini ditentukan oleh peran para penegak hukum serta kesadaran dari pemilik hak untuk siap melaporkan setiap ditemukannya tindak pembajakan. POLDA Metro Jaya siap berkolaborasi dengan MIAP dan APKOMINDO," kata Komisaris Besar Polisi Drs. Mujiyono, SH, Mhum.
(den/isk)
Pelaku Pembajakan Software Terancam Denda Rp 1 Triliun
Di Indonesia perangkat lunak menduduki peringkat pertama dengan raihan 33,50% sebagai produk yang paling sering dibajak.
diperbarui 02 Mar 2015, 07:15 WIBDiterbitkan 02 Mar 2015, 07:15 WIB
Koordinator Administrasi Timnas Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (PPHKI), Ansori Sinungan, memasang poster yang berisikan pentingnya penggunaan software asli, Surabaya.(Antara)
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Mengenal Ciri-ciri Dongeng: Karakteristik Unik Cerita Rakyat
Migren Itu Apa: Memahami Sakit Kepala yang Mengganggu
Awas Macet, Tol Trans Jawa Bakal Dipadati Pemudik Nataru 2024
6 Chat Cowok Kelewat PD Bandingkan Dirinya dengan Idol K-Pop Ini Kocak
Kasus Penganiayaan Karyawati Toko Roti, Kapolres Jelaskan Alasan Lamanya Proses Penanganan
Memahami Tujuan Teks Argumentasi dan Aspek Pentingnya
Interior BYD Sealion 05 EV Terungkap Saat Mengaspal di Jalanan Tiongkok
Mengenal Ciri-Ciri Drama dan Unsur-Unsurnya
Mendag Budi Santoso Kunjungi Pasar Suka Ramai Medan, Pantau Ketersediaan Barang Jelang Nataru
Rupiah Lesu terhadap Dolar AS, Ini Penyebabnya
Tujuan Artikel Ilmiah Populer: Memahami Fungsi dan Manfaatnya
5 Faktor yang Harus Diperhatikan dalam Menggunakan Produk Skincare