Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla yang akrab dipanggil JK mengatakan sudah semestinya, mantan Direktur Utama IM2 Indar Atmanto mengajukan Peninjauan Kembali (PK), di tengah adanya 2 (dua) putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan.
Sementara itu, Indar hari ini, Selasa (24/3/2015), dikabarkan mengajukan PK dengan tiga novum baru yang membuktikan tidak adanya unsur melawan hukum maupun unsur merugikan negara.
Baca Juga
"Saya setuju Indar Atmanto mengajukan PK. Saya kira ini hanya masalah penafsiran hukum saja. Karena menurut menteri terkait, tidak ada ketentuan dan regulasi yang dilanggar oleh IM2 dan Indosat," kata JK hari ini (24/3/2015) di Kantor Wakil Presiden RI.
Advertisement
Secara terpisah, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara juga menyampaikan dukungannya kepada Indar Atmanto lewat pesan singkat.
Dalam pesannya, pria yang akrab disapa Chief RA ini mengatakan, "Sebagai bagian dari proses hukum, saya mendukung upaya PK yang dilakukan Pak Indar. Dari sisi regulasi, surat menteri Kominfo juga jelas menyatakan bahwa yang dilakukan IM2 dan Indosat sesuai dengan aturan yang ada."
Upaya hukum luar biasa dari Indar Atmanto terhadap kasus IM2 yang dinilai sarat kejanggalan ini, mendapatkan dukungan dari banyak pihak, mulai dari pakar hukum, Menteri Kominfo dan pengambil kebijakan lainnya, anggota DPR, pelaku dan komunitas industri telekomunikasi baik nasional maupun internasional seperti International Telecommunications Union (ITU), organisasi telekomunikasi yang bernaung di bawah PBB.
Menteri Kominfo bahkan telah menerbitkan 2 buah surat yang menyatakan bahwa Perjanjian Kerjasama antara IM2 dan Indosat sudah sesuai peraturan perundangan dan tidak ada pelanggaran peraturan dalam kerjasama antara IM2 dan Indosat tersebut.
Indar menyampaikan permohonan PK terhadap Putusan Mahkamah Agung RI No. 787/K/Pid.Sus/2014 tanggal 10 Juli 2014. Selain 2 putusan MA yang saling bertentangan, Indar juga mengajukan bukti ataupun keadaan baru.
"Saya meyakini seharusnya sejak awal saya dibebaskan. Sekarang proses pembebasan saya diuji oleh proses PK ini. Saya menggunakan hak hukum saya untuk upaya hukum luar biasa, PK, karena saya meyakini apabila alasan-alasan yang saya ajukan dalam PK ini dipertimbangkan dengan seksama, maka pengadilan tidak akan menghukum saya," jelas Indar saat mengajukan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini.
Hal senada diungkapkan oleh Wijayanto Samirin, Komisaris Independen PT Indosat Tbk. "Kasus yang melilit Indar Atmanto tidak fair baginya dan keluarganya, juga dunia usaha di Indonesia." Dia menambahkan, "Saat ide inovatif yang sudah sesuai dengan koridor hukum dipermasalahkan, maka dunia usaha di Indonesia akan defisit kreatifitas dan makin kehilangan daya saing. Investor pun akan enggan berinvestasi. "Insya Allah keadilan akan datang, kami memberikan support penuh kepada Indar," tegas Wijayanto.
Dalam sidang pengajuan PK di PN Jakarta Pusat, memenuhi Pasal 263 KUHAP, Indar mengajukan adanya 2 Putusan MA yang saling bertentangan, keadaan baru (novum) berupa Hasil Uji Lapangan Balai Monitor, Kominfo, Surat Dirjen Postel tentang alokasi Nomor 0814 kepada Indosat, dan inkraghtnya Putusan PTUN. Selain itu, Indar juga mengajukan sejumlah kekhilafan hakim pada putusan pengadilan sebelumnya.
Putusan MA Tipikor bertentangan dengan Putusan MA TUN, karena Pengadilan Tipikor yang mempertimbangkan adanya Kerugian Keuangan Negara didasarkan pada LHPKKN BPKP bertentangan dengan amar Putusan PTUN yang telah memutuskan bahwa Surat LHPKKN tidak sah.
Pertentangan 2 (dua) putusan Mahkamah Agung tersebut disebabkan karena di Pengadilan Tipikor pada semua tingkat menggunakan hasil audit BPKP tersebut untuk membuktikan adanya kerugian negara sedangkan alat bukti yang diajukan telah dinyatakan tidak sah oleh Putusan PTUN.
"Dengan adanya 2 putusan Mahkamah Agung yang saling bertentangan ini, tidak ada satu alat buktipun pada perkara ini yang bisa digunakan untuk membuktikan adanya unsur "dapat merugikan keuangan negara".
Selain itu, Putusan MA TUN ini juga membuat unsur "secara melawan hukum" pelanggaran Pasal 29 maupun Pasal 17 PP 53 Tahun 2000 yang dijadikan pertimbangan hakim sebelumnya menjadi tidak terpenuhi. Kami optimis, dengan terpenuhinya ketentuan Pasal 263 KUHAP Majelis Hakim PK akan mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh klien kami. Apalagi ditambah dengan adanya novum baru yang menjadi bukti tidak adanya unsur melawan hukum dalam perkara ini, serta kekhilafan hakim pada putusan sebelumnya", ungkap penasehat hukum Indar Atmanto, Dodi Abdulkadir, SH.
Sesuai ketentuan Pasal 263 ayat 2 KUHAP, Indar menyampaikan PK dengan alasan adanya keadaan baru (novum), adanya putusan yang bertentangan satu sama lain, dan adanya kehilafan/kekeliruan pertimbangan dari hakim PN maupun kasasi. Didampingi Penasihat Hukum Dodi Abdulkadir, Indar menyampaikan bukti kuat untuk memenuhi ketiga alasan itu.
Indar mengajukan alasan adanya 2 putusan yang saling bertentangan. "Tiga buah dokumen novum baru, yang secara terang benderang membuktikan tidak adanya unsur melawan hukum maupun unsur merugikan negara", jelas Indar.
Dalam PK yang diajukan, selain menyampaikan adanya 2 putusan MA yang saling bertentangan, Indar juga mengajukan novum atau keadaan baru yaitu:
1. Hasil Pemeriksaan Lapangan Oleh Balai Monitor Kementerian Komunikasi Dan Informatika yang membuktikan tidak adanya unsur perbuatan melawan hukum, Pasal 17 PP 53 tahun 2000, dimana dengan novum ini membuktikan tidak adanya penggunaan frekuensi 2,1 GHz oleh PT IM2 baik secara bersama-sama maupun tanpa izin
2. Surat Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi yang menetapkan penggunaan Kode Akses 814 dan 815 adalah untuk PT Indosat Tbk. bukan untuk PT IM2 yang membuktikan tidak ada unsur perbuatan melawan hukum, Pasal 17 PP 53 tahun 2000, dimana dengan novum ini membuktikan bahwa pengguna frekuensi 2.1Ghz adalah Indosat, bukan IM2.
3. Keadaan baru yang timbul akibat inkracht-nya putusan PTUN, membuktikan tidak adanya unsur merugikan keuangan Negara maupun unsur melawan hukum. Apabila putusan PTUN telah berkekuatan tetap pada saat persidangan maka hasil audit BPKP yang digunakan untuk membuktikan adanya kerugian Negara, tidak akan dipertimbangkan dalam putusan.
Â