Orangtua Harus Mampu Beradaptasi dengan Teknologi

Generasi saat ini melek teknologi dan menerima informasi melalui internet. Karena itu, orang tua harus mampu beradaptasi dengan teknologi.

oleh Dewi Widya Ningrum diperbarui 06 Agu 2016, 14:45 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2016, 14:45 WIB
Donny BU - ICT Watch. Liputan6.com/Dewi Widya Ningrum
Donny BU - ICT Watch. Liputan6.com/Dewi Widya Ningrum

Liputan6.com, Yogyakarta- Generasi digital native adalah anak-anak yang tumbuh di zaman digital dan berinteraksi dengan perangkat digital. Sejak kecil mereka sudah melek teknologi dan menerima informasi berlimpah melalui internet. Tak sulit bagi mereka untuk mempelajari teknologi dan layanan baru di internet.

Di lain sisi, anak tidak tahu risiko dan bahaya apa yang mengancam, jika mereka memanfaatkan teknologi secara berlebihan. Jangan heran, jika ada anak yang mengalami kecanduan gim (game) dan pornografi, melakukan aksi kekerasan dan pemerkosaan, atau menjadi korban cyberbully yang berujung pada bunuh diri.

Ini terjadi karena kurangnya kontrol orangtua, entah karena alasan sibuk atau tidak memahami teknologi.

Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny BU mengatakan, memasang peranti lunak (software) parental control untuk mengawasi kegiatan anak berinternet dan memfilter konten negatif tidaklah cukup. Tetap saja akan ada konten negatif yang lolos karena setiap harinya ada ribuan situs web negatif bermunculan di internet.

Kampanye #internetBAIK - Telkomsel. Liputan6.com/Dewi Widya Ningrum

Donny menilai selama ini fokus utama kita hanya pada melakukan pemblokiran, membatasi, atau membuat aturan, bukan bagaimana supaya orangtua teredukasi. Anak hanya dilarang-larang tanpa diberi pemahaman tentang plus-minus internet dan teknologi yang ia gunakan.

"Ibaratnya ada sungai yang alirannya deras di sekitar rumah, orangtua hanya memasang pagar atau melarang anak berada di dekat-dekat sungai agar tidak tercebur. Seharusnya anak diajari bagaimana berenang," tutur Donny di rangkaian acara #internetBAIK yang digelar Telkomsel di Yogyakarta, belum lama ini.

Kampanye #internetBAIK - Telkomsel. Liputan6.com/Dewi Widya Ningrum

Menurut Donny, orangtua terkadang membelikan anaknya gadget hanya karena gengsi tanpa memikirkan risikonya. Misalnya karena teman-teman anaknya sudah memakai gadget. Donny mengimbau para orangtua terlebih dulu menanyakan dan mendiskusikan kebutuhan anak sebelum menggunakan gadget, lalu setelah itu anak harus diberi tanggung jawab dan pemahaman yang jelas tentang risiko yang akan dihadapi.

Psikolog sekaligus trainer dari Yayasan Kita & Buah Hari, Hilman Al Madani menambahkan, orangtua harus menyadari bahwa anak masa kini adalah generasi digital native. Mereka harus memahami baik buruknya sebelum anak menggunakan gadget.

"Latih bagaimana anak mengantisipasi jika menemukan hal-hal negatif. Buat aturan, dan tentukan konsekuensinya. Tapi jangan lupa melakukan kontrol. Aturan jangan hanya ditempel, membangun komunikasi sangat penting," ujar Hilman.

Pada kesempatan yang sama, co-founder Kakatu, Muhamad Nur Awaludin (Mumu) juga berbagi cerita tentang kecanduan main gim yang pernah ia alami selama 10 tahun. Ia bahkan pernah kecanduan main gim hingga 30 jam nonstop, hingga akhirnya ia juga menjadi kecanduan pornografi yang ia dapat dari gim.

"Hal-hal buruk bisa terjadi karena tidak ada batasan konten dan batasan waktu memainkannya. Kalau berlebihan atau tidak ada batasan, pasti akan berdampak buruk," kata Mumu.

Mumu juga membeberkan hal-hal positif dari internet, antara lain sebagai sarana belajar, cara baru untuk menghimpun dana secara online seperti yang dilakukan lewat situs web Kitabisa.com, dan juga sebagai wadah untuk berjualan online.

"Internet seperti belanja di sebuah mal, kita harus memiliki kemampuan untuk memilih," tutur Mumu berpesan.

(Dew/Why)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya