Akses Internet Google Akhirnya Menembus Kuba

Setelah diembargo, Google menjadi layanan internet asing pertama yang menembus Kuba.

oleh Jeko I. R. diperbarui 29 Apr 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2017, 18:00 WIB
Logo baru Google
Logo baru Google

Liputan6.com, Havana - Seperti diketahui, Kuba adalah negara yang pernah diembargo oleh Amerika Serikat (AS). Efek dari embargo ini membuat negara sosialis tersebut tak dapat menggunakan produk-produk asal Negeri Paman Sam, tak terkecuali layanan internet seperti Google.

Namun kini, masyarakat Kuba boleh bersenang hati. Pasalnya, mereka dapat mengakses internet Google. Google juga telah mengumumkan bahwa mereka akan beroperasi di Negeri Cerutu itu. Masyarakat bisa menjajal semua produknya, seperti Google Search, YouTube, dan Gmail.

Seperti dilansir International Business Times, Sabtu (29/4/2017), Google menjadi layanan internet asing pertama yang masuk ke Kuba.

Lantas, mengapa Google pada akhirnya bisa menembus Kuba? Keberadaan raksasa teknologi di negara itu tak lain sukses berkat kesepakatan kerja sama Google dengan perusahaan telekomunikasi lokal bernama Etecsa.

Diskusi kedua belah pihak juga sudah dilakukan sejak Desember 2016, di mana titik temu kesepakatan berlangsung pada Rabu (26/4/2017), waktu setempat.

Walau pada akhirnya masyarakat Kuba bisa menikmati layanan Google, bukan berarti kecepatan internetnya segesit AS.

Koneksi internet di Kuba masih berada di kisaran kilobyte. Sebab, jalur internet harus melewati Venezuela terlebih dahulu sebelum akhirnya masuk ke Kuba.

“Masyarakat Kuba akhirnya bisa menikmati akses internet yang layak dari Google, ini bisa dibilang sebagai tonggak sejarah. Walau aksesnya masih lambat, semua masih berlangsung dalam proses,” kata Doug Madaory, Direktur Analisis Internet di Dyn, perusahaan pemantau internet global.

Akses internet di Kuba juga cukup sulit. Bahkan, rata-rata warga yang mengakses dunia maya hanya dapat menggunakan sekitar 240 titik Wi-Fi saja.

Biaya akses internet bahkan bisa mencapai US$ 1,50 (setara dengan Rp 19 ribu) per jam. Tarif tersebut tentu menguras kocek di negara dengan upah minimum rata-rata US$ 25 (Rp 332 ribu) per bulan.

(Jek/Isk)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya