Ribuan Karyawan Orang Terkaya di Dunia Bergantung Pada Kupon Makan Pemerintah

Ribuan karyawan rupanya menerima kupon makan bantuan dari pemerintah Amerika Serikat, senator pun geram dan hendak mengeluarkan aturan baru untuk perusahaan besar seperti Amazon dan Walmart.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 26 Agu 2018, 13:00 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2018, 13:00 WIB
Jeff Bezos
Jeff Bezos (AP PHOTO)

Liputan6.com, Jakarta - Ribuan karyawan Amazon rupanya menerima kupon makan bantuan dari pemerintah Amerika Serikat. Hal ini berdasarkan pada laporan umum yang dikeluarkan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) bernama New Food Economy.

Sebagaimana dikutip dari Daily Herald, Minggu (26/8/2018), ribuan karyawan Amazon bergantung pada program pemerintah bernama Supplemental Nutritional Assistance Program untuk memenuhi kebutuhan pangannya.

Dalam laporan bulan April, setidaknya, satu dari tiga karyawan Amazon di Arizona dan 1 dari 10 karyawan Amazon di Pennsylvania dan Ohio menerima bantuan food stamps alias kupon makan.

Juru bicara Amazon Melanie Etches mengatakan, temuan tersebut bersifat misleading. "Orang-orang tersebut (yang menerima bantuan food stamp) adalah sejumlah orang yang hanya bekerja di Amazon untuk waktu singkat atau bekerja paruh waktu," kata juru bicara tersebut.

Etches menambahkan, "Kami memiliki ratusan orang pekerja penuh, namun sejumlah orang lebih suka bekerja paruh waktu untuk fleksibilitas atau alasan pribadi lainnya."

Hal ini pun dikritik oleh Senator Bernie Sanders. Dia mengatakan, sebentar lagi bakal mengumumkan sebuah rancangan undang-undang (RUU) baru.

Aturan ini, kata dia, mempersyaratkan perusahaan besar seperti Amazon, Walmart, dan McDonald's untuk menanggung ongkos makan, perumahan, jaminan kesehatan Medicaid, dan bantuan lainnya untuk karyawan.

Minta Perusahaan Tanggung Beban Hidup Karyawan

The Spheres, Kantor Baru Amazon
Ruang pertemuan dengan dinding yang dipenuhi tanaman sebelum pembukaan The Spheres, kantor baru Amazon yang bernuansa hutan hujan, di Seattle, Senin (29/1). Kantor tersebut lebih mirip rumah kaca dibandingkan kantor pada umumnya. (AP/Ted S. Warren)

Tujuannya untuk memaksa perusahaan membayar beban tinggal dan mengurangi beban pemerintah memberi bantuan senilai US$ 150 miliar kepada karyawan bergaji rendah di perusahaan besar.

Rencananya, RUU tersebut akan diumumkan di Senat pada 5 September 2018. RUU ini akan meminta perusahaan besar membayar pajak sebesar pengeluaran pemerintah untuk karyawan bergaji rendah.

Misalnya, saat seorang karyawan Amazon menerima bantuan US$ 300, Amazon akan dikenakan jumlah pajak yang sama.

"Pada saat ada kesejahteraan yang masif dan ketimpangan pendapatan, kesenjangan antara orang yang sangat kaya dan miskin terus melebar," kata Sanders.

Kelompok-kelompok buruh mengatakan, kesenjangan tersebut utamanya terjadi di perusahaan-perusahaan besar, termasuk Amazon yang kini mempekerjakan lebih dari 575 ribu karyawan.

Kritik Tajam untuk Bezos

Jeff Bezos
Jeff Bezos, pendiri Amazon, dengan jam raksasa ciptaannya senilai Rp 574 triliun. (Foto: Wired)

RUU Sanders ini akan menjadi sebuah perpanjangan bagi petisi yang sebelumnya menyerukan agar orang terkaya di dunia yang juga pemilik Amazon, Jeff Bezos, membayar pekerja dengan upah layak serta meningkatkan kondisi kerja di gudang Amazon. Petisi tersebut kini sudah ditandatangani oleh 105 ribu orang.

"Bezos adalah contoh nyata bersama dengan keluarga Walton dari Walmart dan banyak perusahaan lain mencoba memperkaya diri dari bantuan pembayar pajak kepada karyawan mereka yang berpenghasilan rendah," kata Sanders.

Bezos diketahui mendirikan Amazon pada 1994. Bloomberg Billionaire Index melaporkan, nilai kekayaannya meroket menjadi US$ 157 miliar, meningkat tajam dari sebelumnya US$ 99 miliar setahun lalu.

Sementara itu, rata-rata karyawan di Amazon dibayar US$ 28.446 per tahun. Adapun pemerintah mengkategorikan keluarga (dengan empat anggota) miskin adalah mereka yang memiliki penghasilan US$ 24.600.

(Tin/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya