Perjalanan Bolt, Si Pelopor Internet 4G yang Kini Setop Layanan

Bolt hadir dengan memanfaatkan infrastruktur nirkabel pita lebar yang diklaim mampu menghadirkan kecepatan internet 10 kali lipat.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 30 Des 2018, 10:00 WIB
Diterbitkan 30 Des 2018, 10:00 WIB
Pucuk pimpinan Bolt dan Ultraman Tiga
Pucuk pimpinan Bolt dan Ultraman Tiga. Foto: Bolt

Liputan6.com, Jakarta - Kemunculannya pada November 2013 menjadi gebrakan layanan komersial 4G LTE pertama di Indonesia, demikian klaim Bolt.

Namun, per 28 Desember 2018, Bolt menyatakan pihaknya telah menutup layanan.

Padahal di awal kehadirannya, PT Internux selaku penyelenggara layanan internet Bolt berkomitmen untuk memberikan akses internet berkecepatan tinggi yang lebih baik pada masyarakat.

Seperti apa perjalanan Bolt? Sebagaimana dikutip dari laman Internux, Bolt hadir dengan memanfaatkan infrastruktur nirkabel pita lebar yang diklaim mampu menghadirkan kecepatan internet 10 kali lipat, namun dengan harga terjangkau.

Total, investasi sebesar US$ 550 juta (setara Rp 8 triliun kurs saat ini) digelontorkan untuk menghadirkan layanan internet Bolt.

Bolt menggunakan frekuensi 2.3GHz dengan izin Broadband Wireless Access (BWA) dari pemerintah. Saat baru diluncurkan, layanan Bolt hanya menjangkau wilayah Jabodetabek.

Internux juga menerapkan teknologi Time-Division Duplex yang memungkinkan konsumen mengakses internet dengan kecepatan maksimal 72Mbps.

Mulai dari 1.500 BTS

BTS
BTS (wikimedia.org)

Pada awal kemunculannya, Bolt memiliki 1.500 BTS dan terus menambahnya hingga 2.200 BTS pada Agustus 2014.

Selanjutnya, pada Februari 2015, Bolt mengumumkan mereka telah memiliki lebih dari 1 juta pelanggan.

Maret 2015, Bolt mulai merambah wilayah Sumatera bagian Utara karena menjadi pemenang lisensi broadband wireless di zona tersebut.

Masih di tahun 2015, Bolt menghadirkan teknologi LTE Advanced (LTE-A) yang menghadirkan kecepatan download hingga 200Mbps untuk penggunanya.

Pada saat yang sama Bolt juga mengumumkan telah memiliki 3.500 BTS.

Di tengah persaingan layanan 4G yang makin ketat dari operator-operator seluler lainnya, pada Februari 2017, Bolt menghadirkan jaringan 4G+ dengan kecepatan maksimal 300Mbps.

Selain meluncurkan device seperti modem dan bundling smartphone, Bolt juga meluncurkan starter pack atau kartu perdana unlimited prabayar yang bisa dipakai di semua smartphone.

Nunggak Utang BHP Frekuensi 2.3GHz

Bolt dan First Media
Bolt dan First Media menunggak bayar BHP frekuensi 2.3GHz selama dua tahun berturut-turut dengan nilai Rp 708 miliar (Screenshot laporan Kemkominfo)

Bolt pun makin bertumbuh, tercatat pada Juni 2017 jumlah penggunanya sebanyak 3 juta pelanggan.

Kemudian, Bolt sempat agresif menargetkan jumlah penggunanya menjadi 4,4 juta user.

Nunggak Pembayaran Izin Penggunaan Frekuensi 2.3GHz

November lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menerbitkan laporan evaluasi kinerja penyelenggara BWA 2.3GHz.

Secara mengejutkan, dalam daftar tersebut, nama Bolt (Internux) jadi salah satu yang belum membayar izin penggunaan frekuensi.

PT Internux sebagai penyedia layanan Bolt juga menunggak biaya izin BHP hingga dua tahun lamannya.

Total tunggakan untuk Bolt sebesar Rp 343,5 miliar. Sementara, First Media belum membayar biaya izin BHP senilai Rp 364,8 miliar.

Padahal, masa jatuh tempo untuk masing-masing tahun adalah tanggal 17 November.

Izin Penggunaan Frekuensi 2.3GHz Terancam Dicabut

Bolt
Jajaran BOD Bolt merayakan pencapaian 3 juta pelanggan Bolt (Sumber: Bolt).

Kemudian, berdasarkan Pasal 83 ayat 1 PM Komunikasi dan Informatika nomor 9 tahun 2018 tentang ketentuan operasional penggunaan spektrum frekuensi radio, setiap pemegang izin yang tidak membayar penuh pada tanggal jatuh tempo, dikenakan sanksi denda, penghentian sementara, hingga pencabutan izin.

"Pencabutan izin yang dimaksud dilakukan setelah pemengang IPFR diberi tiga kali surat peringatan dan tidak melunasi seluruh BHP Frekuensi Radio untuk IPFR tahunan berikut dendanya sampai bulan ke-24 sejak tanggal jatuh tempo BHP Frekuensi Radio terutang, selambat-lambatnya tanggal 17 November 2018," demikian menurut Plt Kepala Biro Humas Kemkominfo Ferdinandus Setu dalam keterangan resmi Kemkominfo, Sabtu (10/11/2018).

Kemkominfo telah menerbitkan beberapa kali surat peringatan dan mengundang penyelenggara yang belum melunasi BHP Frekuensi 2.3GHz untuk berkoornadinasi dalam menyelesaikan tunggakan.

Kemkominfo juga menerbitkan surat pemberitahuan kepada penyelenggara untuk melakukan langkah strategis dalam pengalihan pelanggan kepada penyelenggara telekomunikasi, jika penyelenggara tak melakukan pelunasan BHP dan dendanya, hingga jatuh tempo.

Gara-gara itu, Kemkominfo mengeluarkan SK pencabutan izin penggunaan frekuensi First Media dan Bolt.

Setop Layanan

Bolt dan First Media
Dirjen SDPPI DR Ismail (tengah) didampingi Anggota KRT BRTI Ketut dan Perwakilan Ditjen PPI Kemkominfo dalam konferensi pers mengenai nasib Bolt dan First Media (Foto: Kemkominfo)

Namun, Bolt kemudian mengajukan proposal perdamaian langsung ke Menkominfo Rudiantara.

Dalam proposal perdamaian itu, Bolt beritikad baik membayar Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi 2.3GHz yang masih terutang.

Saat pertemuan, dibahas juga cara teknik pembayaran tunggakan utang tersebut bersama perwakilan pihak Kementerian Keuangan.

Sayangnya, proposal perdamaian yang diajukan PT Internux tidak dapat ditindaklanjuti karena setelah dikonsultasikan dengan Kemenkeu, proposal itu dianggap tak memenuhi ketentuan yang berlaku.

Akhirnya, per tanggal 28 Desember Kemkominfo dan Bolt justru mengumumkan kalau Bolt menutup layanannya.

Kendati demikian, kewajiban Bolt dan First Media untuk melunasi utang BHP frekuensi 2.3GHz tetap berjalan.

(Tin/Isk)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya