Liputan6.com, Jakarta - Facebook pada Senin (21/10/2019) mengungkapkan telah menutup empat operasi jaringan intervensi asing baru yang berasal dari Iran dan Rusia. Salah satunya menargetkan Pilpres Amerika Serikat (AS) 2020, yang diduga terkait dengan agen troll Rusia, Internet Research Agency (IRA).
Menurut Head of Cybersecurity Policy Facebook, Nathaniel Gleicher, kampanye IRA yang dicurigai memiliki ciri khas operasi sumber daya yang baik dan secara konsisten menyembunyikan identitas dan lokasi mereka.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari The Guardian, Selasa (22/10/2019), kampanye tersebut menggunakan 50 akun Instagram dan satu akun Facebook dengan sekira 246 ribu follower untuk menerbitkan hampir 75 ribu unggahan. Hal itu diungkapkan oleh perusahaan analis jaringan sosial, Graphika, yang meninjau kampanye itu untuk Facebook.
Berdasarkan analisis Graphika, akun-akun tersebut mengadopsi identitas politik berbeda, seperti pro Donald Trump, kekerasan antipolisi, pro Bernie Sanders, LGBTQ, feminis, pro polisi dan pro Confederate. Kebanyakan unggahan tidak secara eksplisit berhubungan dengan politik pemilu, tetapi fokus pada komentar politik umum untuk "branding dan pengembangan persona".
Graphika mengatakan, meski sebagian besar unggahan difokuskan pada polarisasi masalah politik, ada beberapa yang membahas Pilpres 2020. Misalnya akun-akun aktivis kulit hitam palsu, lebih cenderung mengunggah dukungan untuk Sanders dan melawan Senator Kamala Harris. Selain itu, juga ada beberapa yang menyerang mantan wakil presiden Joe Biden.
"Sepertinya ada fokus sistematis dalam menyerang Biden dari kedua sisi," ujar Director od Investigations Graphika, Ben Nimmo.
Empat jaringan operasi ini termasuk akun, Page, dan Group. Tiga jaringan operasi lain yang ditutup oleh Facebook berasal dari Iran. Salah satunya menargetkan audiens di AS, dan Francophone Afrika Utara dengan konten yang terkait Israel, Palestina, dan Yaman.
Operasi kedua fokus pada negara-negara Amerika Latin dengan berbagai artikel media pemerintah Iran, yang muncul dari media lokal. Jaringan operasi yang ketiga, menargetkan AS dengan konten dari sebuah halaman bernama BLMNews dan diduga menyamar sebagai kanal berita yang terhubung dengan gerakan Black Lives Matter.
Rencana untuk Pilpres 2020
Facebook juga mengumumkan beberapa inisiatif yang didesain untuk mencegah intervensi di Pilpres AS 2020.
CEO Facebook, Mark Zuckerberg, dalam sebuah conference call sebelumnya juga menegaskan komitmen layanannya dalam mendukung Pilpres. "Pemilihan telah berubah secara signifikan sejak 2016, dan Faebook juga telah berubah," tuturnya.
Facebook meluncurkan program untuk membantu mengamankan akun-akun orang terpilih, dan memperketat aturan agar bisa mengetahui pihak yang mengendalikan halaman. Rakasa media sosial ini juga akan mulai memberi label konten dari media yang dikontrol negara dan lebih menonjolkan label unggahan yang telah dinilai salah oleh program pemeriksa fakta pihak ketiga.
Facebook pun akan mencekal iklan politik yang didesain untuk menekan jumlah pemilih, termasuk iklan mengenai pemungutan suara sebagai hal yang tidak berguna, atau yang merekomendasikan orang agar tidak memilih. Kebijakan ini berlaku untuk semua akun, termasuk milik politisi.
(Din/Why)
Advertisement