Liputan6.com, Jakarta - Salah satu sosok populer di Amerika Serikat yang mendukung teori Bumi datar, Mike Hughes, dilaporkan telah meninggal dunia. Pria berusia 64 tahun itu meninggal dunia dalam upayanya untuk membuktikan pandangan Bumi itu datar.
Dikutip dari BBC, Selasa (25/2/2020), dia meninggal dunia akibat roket yang ditumpanginya untuk terbang ke luar angkasa meledak.
Saat peristiwa itu, dia dilaporkan tengah melangsungkan perekaman untuk acara TV Homemade Austronauts yang akan tayang di Science Channel.
Advertisement
Dengan bantuan rekannya saat itu, Mike, diketahui tengah berupaya untuk mencapai ketinggian 1.525 meter untuk memastikan Bumi datar. Dia terbang dengan roket bertenaga uap besutannya sendiri.
Baca Juga
Namun nahas, saat baru meluncur ada malfungsi yang terjadi, yakni parasut yang terbuka terlalu dini. Akibatnya, dari keterangan kepolisian setempat, roket itu jatuh menghujam padang pasir di lokasi peluncuran.
Mike yang dikenal dengan julukan Daredevil ini memang memiliki ambisi besar untuk membuktikan Bumi itu datar. Dalam beberapa tahun terakhir, dia terus berusaha membangun roket untuk menunaikan ambisinya tersebut.
Perlu diketahui, Mark sendiri tidak memiliki dasar pembuatan roket, dia mengaku belajar secara otodidak. Roket yang dibangun Mike Hughes tidaklah seluruhnya berasal dari komponen baru, melainkan dari kumpulan komponen-komponen bekas
Sejak melakukan uji coba dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, upaya Mike membuktikan Bumi datar cukup banyak menemui kegagalan. Kendati demikian, dalam salah satu percobaan di 2018 dia berhasil mencapai ketinggian 570 meter.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
YouTube Jadi Biang Keladi Pertumbuhan Komunitas Bumi Datar
Di sisi lain, dalam beberapa tahun terakhir, komunitas Bumi datar semakin menjamur. Melihat kondisi tersebut, sejumlah peneliti pun memutuskan untuk mengetahui penyebab hal itu dapat terjadi.
Hasilnya seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (19/2/2019), penyebab jumlah komunitas Bumi datar yang terus bertambah adalah YouTube.
Dugaan itu meningkat saat para peneliti menghadiri pertemuan Flat Earthers terbesar di dunia pada 2017 dan 2018. Kesimpulan ini diperoleh saat para peneliti mewancarai pengunjung pertemuan tersebut.
Dari wawancara yang dilakukan pada 30 pengunjung, diketahui mereka mengubah pandangannya tentang Bumi bulat setelah menonton video di YouTube.
Jadi, disebutkan dua tahun sebelumnya mereka masih percaya bahwa Bumi itu bulat. Namun setelah menonton video konspirasi di YouTube, mereka mengubah pandangan itu dan menyebut bahwa Bumi datar.
"Ada satu orang yang hadir dalam pertemuan itu dan percaya Bumi datar, tapi dia memperoleh informasi ini dari putri dan menantu yang sudah menontonnya di YouTube," tutur pimpinan riset dari Texas Tech University, Asheley Landrum.
Dari wawancara itu pula diketahui bahwa orang-orang yang percaya Bumi datar ini juga menonton video konspirasi lain.
Beberapa video itu adalah tentang 9/11, penembakan sekolah Sandy Hook, dan apakah NASA benar-benar pergi ke Bulan.
Sejumlah responden juga mengaku awalnya mereka menonton video itu hanya sekadar penasaran, tapi ternyata mereka malah mempercayainya.
Terlebih, beberapa video menampilkan sejumlah argumen yang dianggap memiliki latar belakang ilmiah, termasuk ahli teori konspirasi dan ahli Alkitab.
Advertisement
Bukan Salah YouTube Sepenuhnya
Kendati demikian, Landrum tidak serta merta menyalahkan YouTube atas kondisi ini.
Namun, dia menyebut platform berbagi video milik Google itu bisa mengubah algoritmanya untuk menampilkan video dengan informasi yang lebih akurat.
"Ada banyak informasi bermanfaat di YouTube, tapi juga ada informasi yang salah. Algoritma mereka memungkinkan hal tersebut, termasuk orang-orang yang lebih rentan dengan informasi (salah) tersebut," tutur Landrum.
Menurut Landrum, percaya bahwa Bumi datar bukan hal yang membahayakan, tapi itu membawa efek lain secara umum, seperti rasa tidak percaya pada institusi dan otoritas terkait.
Oleh sebab itu, dia mengajak para ilmuwan untuk membuat kanal sendiri di YouTube untuk melawan sejumlah teori konspirasi.Â
Meski dia tidak menampik pasti akan ada orang-orang yang masih menolak pandangan dari para ilmuwan.
"Selalu ada sejumlah kecil orang yang menolak pandangan ilmuwan, tapi ada juga yang berada di tengah-tengah. Satu-satunya cara untuk melawan informasi yang tidak benar itu adalah membanjirinya dengan informasi lebih baik," tuturnya.
(Dam/Isk)