Menkominfo: UU Cipta Kerja Dorong Migrasi TV Digital hingga Network dan Frekuensi Sharing

Menkominfo Johnny G Plate menyebutkan, di sektor Telekomunikasi dan Penyiaran, setidaknya ada tiga regulasi yang diubah dan dimutakhirkan dengan keberadaan UU Cipta Kerja.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 06 Okt 2020, 16:31 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2020, 16:30 WIB
menkominfo
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate mengajak masyarakat untuk tidak hanya melihat UU Cipta Kerja yang baru disahkan DPR dari satu sisi, yakni Ketenagakerjaan saja.

Johnny mengatakan, di sektor Telekomunikasi dan Penyiaran, setidaknya ada tiga regulasi yang diubah dan dimutakhirkan dengan keberadaan UU Cipta Kerja. Ketiga undang-undang itu antara lain adalah UU No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, UU No.32 Tahun 2020 tentang Penyiaran, dan UU No.38 Tahun 2009 tentang Pos.

"Peran ketiga sektor menjadi sentral saat pandemi, adaptasi kebiasaan baru, dan pascapandemi. Selain itu menjadi tulang punggung ekonomi digital nasional, karena tanpa infrastruktur dan dukungan kebijakan di sektor ini, ekonomi digital tidak bisa berlangsung," kata Johnny saat membacakan siaran pers mengenai UU Cipta Kerja di Sektor Kominfo, Selasa (6/10/2020).

Dalam siaran pers yang dibacakan Johnny itu, ada tiga hal fundamental yang mempengaruhi Indonesia di bidang telekomunikasi dan penyiaran. Salah satu yang dibahas Johnny adalah adanya dasar hukum migrasi penyiaran TV analog ke digital dan kepastian tenggat waktu analog switch off (ASO).

Menurutnya, ASO bisa membuat Indonesia mengejar ketertinggalan dalam pemanfaatan spektrum frekuensi 700MHz yang sekarang dimanfaatkan untuk penyiaran, di kemudian waktu bisa dipakai untuk kepentingan pendidikan, kesehatan, dan penanaganan kebencanaan.

"Indonesia saat ini tertinggal dari negara lain di bidang siaran TV digital, hampir 90 persen negara di dunia telah menghentikan siaran TV analog karena sangat boros pita frekuensi radio, energi, dan tampilan serta fitur yang kurang optimal," katanya.

Bicara Soal Penghematan Pita Frekuensi

Johnny G. Plate
Menkominfo Johnny G. Plate saat ditemui di acara Gerakan Menuju 100 Smart City di Jakarta, Rabu (6/11/2019). (Liputan6.com/ Agustin Setyo Wardani)

Kedua menurut Johnny, migrasi TV analog telah dipikirkan sejak tahun 2004, namun hingga sekarang belum terlaksana. Padahal kesepakatan internasional terkait dilaksanakannya ASO sudah sangat lama.

Kehadiran UU Cipta Kerja, menurut Johnny, penuntasan ASO ditetapkan paling lambat tahun 2022. Dengan dituntaskannya ASO, Indonesia bisa mengemat pita frekuensi 700MHz. Ketika TV analog diubah menjadi digital, ada penghematan frekuensi 700MHz sebesar 112MHz yang bisa dipakai, salah satunya untuk mobile broadband.

"Hal ini akan memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia dalam bentuk penambahan kenaikan PDB, penambahan lapangan kerja baru, penambahan peluang usaha baru, dan penambahan PNBP," kata Johnny.

Menurut Johnny, ketiga adalah UU Cipta Kerja bisa mendukung percepatan transformasi digital dan mencegah inefisiensi pemanfaatan sumber daya terbatas seperti spektrum frekuensi dan infrastruktur pasifnya.

"Infastruktur yang dibangun masing-masing pelaku industri telah menyebabkan biaya tinggi padahal dengan pendekatan infrastruktur sharing dan frekuensi sharing, industri dapat melakukan efisiensi optimal. Dengan kekuatan ini, industri telekomunikasi dalam negeri bisa bersiang dengan pemain global, termasuk OTT," kata Johnny.

Network Sharing dan 5G

Regulasi Mandek, Ekspansi Network Sharing XL-Indosat Molor
Salah satu BTS XL Axiata di site HUT Pathuk, Yogyakarta. (Liputan6.com/Corry Anestia)

Masih terkait network sharing, pemerintah nantinya dapat menetapkan tarif batas atas dan batas bawah dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

"Dengan cara ini industri bisa bersaing lebih sehat dan kepentingan publik terlindungi secara baik," ujar Johnny.

Ke depannya, pemegang perizinan berusaha penggunaan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan telekomunikasi bisa bekerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi lain dalam hal penggunaan spektrum frekuensi radio.

Menurut Johnny, dibutuhkan payung hukum untuk mengatur kolaborasi antar penyelenggara telekomunikasi pemanfaatan spektrum frekuensi terbatas di tengah jumlah pengguna yang kian meningkat. Dengan payung hukum ini, diharapkan ke depan penyelenggara telekomunikasi bisa menggelar layanan baru, termasuk 5G.

"5G adalah salah satu milestone pertama yang berpotensi memanfaatkan ruang kerja sama ini. Fakta teknis bahwa terdapat kebutuhan ideal selebar 100MHz untuk tiap jaringan 5G yang dibangun dapat disikapi dengan bentuk kerja sama di antara pemegang izin frekuensi," tutur Johnny.

Sebagai dampaknya, layanan 5G akan optimal higga mampu mendorong peningkatan ekonomi nasional dan menciptakan lapangan kerja baru.

(Tin/Ysl)

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya