Hacker Minta Tebusan Rp 1 Triliun atas Serangan Ransomware ke Perusahaan IT Kaseya, Diklaim Paling Dramatis

Serangan ransomware yang diduga dilakukan oleh kelompok peretas REvil mengunggah di dark web. Hacker bahkan meminta tebusan USD 70 juta sekitar Rp 1 triliun.

oleh Arief Rahman H diperbarui 06 Jul 2021, 08:49 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2021, 08:49 WIB
Ilustrasi Ransomware WannaCrypt atau Wannacry
Ilustrasi Ransomware WannaCrypt atau yang disebut juga Wannacry (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 200 perusahaan berpotensi menjadi korban serangan ransomware setelah hacker membobol sistem keamanan perusahaan manajemen IT Kaseya.

Terkini, peretas yang melakukan serangan itu telah mem-posting di darkweb dan meminta tebusan senilai USD 70 juta atau setara Rp 1 triliun untuk data yang telah mereka simpan

Mengutip Reuters via Axios, Selasa (6/7/2021), peretasan ini adalah yang terbaru dan paling dramatis dalam serangkaian serangan ransomware tingkat tinggi tahun ini.

Pendiri perusahaan keamanan siber Crowdstrike, Dmitri Alperovitch mengatakan kejadian ini akan menjadi kampanye ransomware paling merusak terbesar.

"Korban dalam jumlah besar di seluruh dunia. Seluruh jaringan dienkripsi. Tidak ada cara untuk mendekripsi hari ini tanpa membayar jutaan per jaringan dengan ukuran yang signifikan," cuitnya melalui aku Twitter.

Kendati demikian, belum diketahui secara pasti berapa banyak data yang dimiliki hacker tersebut. Sementara, serangan ransomware ini disebut-sebut bisa berdampak pada 36 ribu perusahaan lainnya secara tidak langsung.

 

Serangan Ransomware

Kelompok peretas bernama REvil disebut-sebut jadi dalang dari peretasan ini. Sebelumnya kelompok ini juga mencuri data dari Apple dan menjualnya di darkweb pada April 2021.

Pekan lalu, hacker telah membobol keamanan perusahaan Kaseya dan menginfeksi software tools bernama Vehicle Stability Assist (VSA) miliknya dengan ransomware.

Sebagai platform penyedia layanan terkelola (MSP) yang menawarkan dukungan jarak jauh dan layanan pembaruan software ke bisnis lain, ransomware berpotensi tersebar ke klien Kaseya.

Karena hal tersebut, perusahaan pun terpaksa mematikan sementara server dan memberitahukan klien mereka untuk juga mematikan server terkait dengan VSA.

Mengutip laporan Huntress Labs via Apple Insider, Minggu (4/7/2021), ada tiga klien Kaseya yang menjadi korban serangan ransomware, dan itu berpotensi menginfeksi 200 perusahaan lainnya.

 

Joe Biden Kerahkan Badan Intelijen

Foto yang diambil pada 10 Maret 2011 antara Joe Biden yang waktu itu menjabat sebagai Wapres AS dan Vladimir Putin sebagai Presiden Rusia.
Foto yang diambil pada 10 Maret 2011 antara Joe Biden yang waktu itu menjabat sebagai Wapres AS dan Vladimir Putin sebagai Presiden Rusia. (AP Photo/Alexander Zemlianichenko, File)

Menanggapi peristiwa itu, Presiden AS Joe Biden dikabarkan telah mengerahkan badan intelijen AS untuk menyelidiki pelaku dibalik serangan ransomware tersebut.

Saat ini, diduga serangan ransomware tersebut dilakukan oleh kelompok hacker asal Rusia, REvil.

“Pemikiran awalnya bukan pemerintah Rusia, tapi kami belum yakin,” kata Joe Biden, seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (4/7/2021).

Dia mengatakan, tim badan intelijen AS akan merespon jika memang terbukti Rusia berada di balik serangan ransomware tersebut.

Sebelumnya, pada pertemuan di Jenewa pada 16 Juni 2021 lalu, presiden AS ke-14 itu mendesak Vladimir Putin untuk menindak keras peretas dari Rusia.

Dia juga memperingatkan konsekuensi jika terjadi serangan ransomware terhadap pihak Amerika Serikat terus berlanjut.

(Rif/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya