Mantan Karyawan Tuding Facebook Sengaja Langgengkan Misinformasi Demi Keuntungan

Mantan karyawan Facebook menuding Facebook sengaja melanggengkan misinformasi, ujaran kebencian, dan konten negatif lainnya demi mendapatkan keuntungan lebih.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 06 Okt 2021, 13:00 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2021, 12:00 WIB
Facebook
Ilustrasi Facebook (Foto: New Mobility)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan karyawan Facebook menuding Facebook mengutamakan untung ketimbang kepentingan publik.

Mengutip The Guardian, Rabu (6/10/2021), mantan karyawan tersebut adalah Frances Haugen. Haugen mengungkapkan ribuan dokumen internal Facebook itu kepada The Wall Street Journal dan penegak hukum AS.

Dokumen ini sekaligus membuktikan bahwa Facebook telah membohongi publik terkait upayanya melawan hate speech alias ujaran kebencian. Perusahaan menyebut telah membuat kemajuan signifikan melawan ujaran kebencian namun kenyataannya justru sebaliknya.

"Hal yang saya lihat di Facebook berulang kali adalah ada konflik kepentingan antara apa yang baik untuk publik dan yang baik untuk Facebook. Dan Facebook, lagi-lagi memilih untuk mengoptimalkan kepentingannya, dalam hal ini untuk menghasilkan lebih banyak uang," kata Haugen.

Dalam interview bersama program berita 60 Minutes, Haugen menjelaskan alasannya mau berbicara mengenai masalah internal Facebook. Menurut perempuan 37 tahun ini, dirinya khawatir dengan kebijakan perusahaan yang memprioritaskan keuntungan dibanding keselamatan publik.

"Versi Facebook yang ada saat ini menghancurkan masyarakat kita dan menyebabkan kekerasan etnis di seluruh dunia," katanya.

Perempuan ini bergabung dengan Facebook pada 2019. Saat itu ia menjadi manajer produk di tim integritas sipil, tim yang berfokus pada isu-isu terkait pemilu di seluruh dunia. Sebelumnya ia lama bekerja di Pinterest dan Google.

Alih-alih membantu menangani ujaran kebencian dan misinformasi, Haugen justru harus tenggelam di kebijakan internal Facebook.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Ogah Lakukan Aksi Padahal Punya Tools Memadai

THUMBNAIL FACEBOOK
THUMBNAIL FACEBOOK

Haugen menuding Facebook sengaja tidak mengambil langkah yang dibutuhkan untuk men-takedown konspirasi, misinformasi, dan ujaran kebencian. Padahal menurutnya Facebook memiliki tools untuk membasmi konten-konten negatif tersebut.

Setelah meninggalkan Facebook pada Mei 2021, Haugen memberanikan diri berbicara di depan publik.

"Tidak ada satu pun di Facebook yang jahat. Mark Zuckerberg tidak pernah membuat platform kebencian, namun efek dari pilihan perusahaan sangat parah," tuturnya.

Haugen menuding, Facebook bisa berbuat lebih banyak untuk mengatasi masalah misinformasi dan ujaran kebencian, terutama saat beberapa minggu sebelum Pilpres AS 2020. Salah satunya, dengan memberikan prioritas yang lebih rendah pada konten politik di News Feed.

Namun, Facebook justru kembali lagi ke algoritma lama yang menekankan bahwa keterlibatan atau engagement berada di atas segalanya. Hal ini pada gilirannya berkontribusi pada kerusuhan 6 Januari lalu di Capitol Building Washington, AS.

"Begitu Pilpres AS selesai, Facebook mematikan dan mengubah kembali peraturan seperti sebelumnya, untuk memprioritaskan pertumbuhan dibandingkan keamanan. Hal ini benar-benar seperti pengkhianatan demokrasi," ujarnya.

Algoritma Instagram Bahayakan Remaja Perempuan

Facebook, Instagram, dan WhatsApp down
Facebook, Instagram, dan WhatsApp down. (Foto: pixabay)

Terkait perubahan algoritma, Haugen menuding, jika Facebook mengubah algorima lebih aman, orang justru akan menghabiskan sedikit waktu di platformnya, mengklik lebih sedikit iklan, dan penghasilannya lebih sedikit.

Ia juga membahas kebocoran dokumen yang paling merusak, menunjukkan Facebook menyadari kerusakan yang disebabkan oleh Instagram terhadap kesehatan mental remaja.

Dalam sebuah survei, bocoran riset memperkirakan 30 persen remaja putri merasa Instagram telah membuat ketidakpuasan pada tubuh mereka.

Yang paling parah menurut Haugen, penelitian Facebook menyebut bahwa saat perempuan muda mengakses konten gangguan makan, mereka menjadi tertekan. Namun hal ini justru jadi keuntungan bagi Facebook karena para remaja ini justru makin banyak menghabiskan waktunya di Instagram.

Hal ini pun membuat remaja putri jadi korban, karena tidak menyukai tubuhnya sendiri.

Haugen telah dipanggil untuk bersaksi di depan Kongres. Dalam kesaksian tertulis perempuan ini, Facebook telah berulang kali menempatkan keuntungan di atas kepentingan publik.

"Ketika perusahaan tembakau menyembunyikan kerugian yang ditimbulkannya, pemerintah mengambil tindakan. Saya ingin Anda berbuat yang sama di sini (dengan Facebook)," katanya.

Menurutnya, selama Facebook beroperasi dalam kegelapan dan tidak bertanggung jawab, hal ini bertentangan dengan kebaikan bersama.

(Tin/Isk)

Infografis Tentang Facebook Cs Down

Infografis Facebook, Instagram & WhatsApp Tumbang
Infografis Facebook, Instagram & WhatsApp Tumbang. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya