Liputan6.com, Jakarta - Otoritas pemerintah Arab Saudi menuntut manajemen YouTube untuk menghapus berbagai konten yang bertentangan dengan nilai-nilai dan prinsip negara tersebut.
Tuntutan tersebut muncul dalam pernyataan bersama dikeluarkan Otoritas Umum Media Audio-Visual dan Komisi Komunikasi dan Teknologi Informasi, Sabtu kemarin.
Baca Juga
Kedua otoritas menjelaskan keinginan mereka pada "komitmen berbagai platform digital terhadap aturan dan peraturan yang berlaku di Arab Saudi."
Advertisement
Otoritas juga menyatakan, "Berdasarkan tindak lanjut, diketahui bahwa platform YouTube menampilkan iklan yang ditujukan kepada penggunanya, mencakup konten penyiaran yang bertentangan dengan nilai dan prinsip Islam dan masyarakat, dan melanggar kontrol konten media di Kerajaan dan kebijakan platform YouTube."
Kedua otoritas terkait pun meminta platform YouTube untuk menghapus iklan-iklan yang dianggap bertentangan dengan prinsip Islam dan mematuhi peraturan yang berlaku.
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa komitmennya akan terus berlanjut.
"Dalam hal konten yang melanggar terus muncul, tindakan hukum yang diperlukan akan sesuai dengan sistem komunikasi dan media audio-visual," kata otoritas.
Sebelumnya, aktivis Saudi telah meminta pihak berwenang terkait untuk menghapus iklan di YouTube yang mereka anggap sebagai "bencana" di YouTube.
Fahad Al-Baqami, seorang akademisi dan pemerhati teknologi menulis, YouTube perlu menghapus iklan 'pornografi' di platformnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informsasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Minta Google dan YouTube Serius Tangani Permintaan
Al-Baqami mengatakan dalam unggahan di Twitter, "Jumlah pengguna YouTube di Saudi adalah salah satu yang terbesar di dunia, dan mudah untuk menekan YouTube untuk memfilter iklan yang dipromosikan dan menghormati komunitas Saudi."
Al-Baqami menambahkan, YouTube telah menampilkan iklan yang bersifat pornografi dan membawa bencana. "Seseorang malu untuk melihatnya (iklan-iklan yang dianggap dekat dengan pornografi). Jika iklan semacam itu ada di kanal televisi satelit, penyelenggaranya akan dikenakan hukuman," katanya.
Dia berharap agar YouTube dan Google menangani permintaan penghapusan konten yang tidak pantas itu dengan serius.
Didenda Rp 5,4 Triliun di Rusia
Sebelumnya, Rusia memberlakukan sanksi denda ke Google sebesar USD 365 juta (21 miliar rubel atau sekitar Rp 5,4 triliun), karena dianggap melanggar aturan terkait konten terlarang di negara itu.
Dalam siaran pers berbahasa Rusia di laman resminya, regulator komunikasi Roskomnadzor menyebut, Google dinyatakan tidak dapat membatasi akses ke informasi yang dinilai terlarang oleh pemerintah.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Konten Informasi Palsu
"Secara khusus, YouTube, yang dimiliki oleh Google, tidak membatasi akses ke sejumlah materi yang mengandung konten terlarang dalam jangka waktu yang ditentukan," tulis Roskomnadzor.
Beberapa konten yang disebut terlarang seperti "pemalsuan tentang jalannya operasi militer khusus di Ukraina" yang dianggap mendiskreditkan Angkatan Bersenjata Federasi Rusia.
Konten lain yang dilarang Rusia seperti yang "mempromosikan ekstremisme dan terorisme" serta yang "mempromosikan sikap acuh tak acuh terhadap kehidupan dan kesehatan anak di bawah umur."
Mengutip The Verge, Jumat (22/7/2022), bulan Maret lalu, Roskomnadzor mengancam akan menagih Google karena gagal menghapus video YouTube yang mereka anggap ilegal.
Saat itu, regulator komunikasi Rusia itu akan menagih mulai dari delapan juta rubel, dengan kemungkinan naik hingga 20 persen dari pendapatan tahunan Google.
Tidak diketahui apakah Google akan membayar denda ke Rusia. Belum ada jawaban dari perusahaan Amerika Serikat itu terkait sanksi ini. Selain itu seperti diketahui, ketegangan juga masih terjadi karena perang Ukraina.
Google Tutup Operasional di Rusia
Bulan Mei lalu, Google mengumumkan rencana untuk menutup operasionalnya di Rusia. Perusahaan itu juga telah mengajukan bangkrut di negara itu.
Mereka juga menyebut otoritas pemerintah menyita asetnya di negara itu, dan mengatakan bahwa ini "tidak dapat dipertahankan" untuk membuat Google Rusia tetap beroperasi.
Mengutip The Verge, Kamis (19/5/2022), Google Rusia dilaporkan menghasilkan keuntungan sebesar USD 2.086 miliar dan mempekerjakan lebih dari 100 karyawan.
"Penyitaan rekening bank Google Rusia oleh otoritas telah membuat kantor kami di Rusia tidak bisa berfungsi, termasuk mempekerjakan dan membayar karyawan yang berbasis di Rusia," kata juru bicara Google kepada The Verge.
Google juga mengeluhkan, penyitaan rekening bank tersebut membuat perusahaan tidak bisa membayar pemasok dan vendor serta memenuhi kewajiban keuangan lainnya.
"Google Rusia telah menerbitkan pemberitahuan tentang niatnya untuk ajukan pailit," kata sang juru bicara.
(Tin/Ysl)
Advertisement