Liputan6.com, Jakarta - Nathan Copeland memecahkan rekor sebagai manusia pengguna brain-computer interface atau BCI terlama, yaitu lebih dari tujuh tahun tiga bulan. Setelah kecelakaan mobil yang dialaminya di 2004, ia mengalami kelumpuhan dari bagian dada ke bawah tubuh, dan membuatnya tidak bisa bergerak atau merasakan tungkainya.
Sepuluh tahun berlalu, Copeland bergabung ke dalam sebuah penelitian di Universitas Pittsburgh mengenai BCI. Dirinya mendaftar sebagai seorang yang mengalami cedera tulang belakang untuk mengetahui apakah BCI bisa mengembalikan fungsi-fungsi kerja di tubuhnya yang hilang.
Baca Juga
Walaupun Copeland mengetahui ia akan melakukan proses operasi otak dan tidak ada orang yang tahu pasti perangkat tersebut akan terus bekerja, Copeland tidak ragu untuk mendaftar pada program tersebut.
Advertisement
Setelah melalui beberapa prosedur, seperti pemasangan implan berupa empat susunan elektroda seukuran penghapus atau disebut Utah, Copeland mampu mengendalikan komputer hingga lengan robot hanya dengan pikirannya.
Dilansir Wired, Senin (12/9/2022), hal tersebut terjadi karena BCI yang dipasang pada Copeland melakukan penerjemahan terhadap sinyal sarafnya sebagai sebuah perintah, sehingga memungkinkan Copeland untuk mengendalikan perangkat eksternal.
Orang-orang yang melakukan penelitian BCI memberitahu Copeland, ada perkiraan perangkat hanya dapat bertahan selama lima tahun. Namun, hal itu berdasarkan hasil data kasar yang belum bisa dipastikan karena belum ada manusia melakukannya.
Jadi, ketika sampai saat ini implan yang terpasang pada Copeland masih bekerja, hal ini tercatat sebagai waktu terlama seseorang hidup menggunakan implan BCI. Selain itu, belum ada tanda-tanda efek samping yang disebabkan alat tersebut.
Apa yang dialami Copeland ini memberikan harapan perangkat yang telah dikembangkan sejak 1960-an ini bisa menjadi solusi bagi pasien disabilitas, meskipun masih termasuk eksperimen.
Copeland melakukan operasi pemasangan empat array pada 2015. Dua di antaranya terpasang di otak sebagai kontrol fungsi motorik, sedangkan dua lagi untuk memproses informasi sensorik.
Implan Utah sebagai Standar Pemasangan BCI
Implan yang dinamai array Utah tersebut terbuat dari silikon keras dan tampak seperti sisir rambut berbulu. Benda tersebut terdiri dari 100 jarum kecil seukuran satu milimeter dari bahan logam konduktif.
Bahan ini digunakan untuk menangkap dan merekam aktivitas ratusan neuron yang berkomunikasi dengan menghasilkan medan listrik. Susunan Utah ini menjadi standar dalam penelitian BCI.Â
Hal itu dilakukan karena ketika sedang membangun BCI, peneliti membutuhkan alat untuk menerjemahkan sinyal saraf menjadi perintah digital dan memungkinkan pemakainya mampu menggerakkan perangkat eksternal, seperti lengan atau kaki robot.
Seorang profesor bioteknologi di Universitas Utah, Richard Normann memahami susunan Utah untuk pertama kali di 1980-an, ketika dirinya sedang mencari cara memulihkan penglihatan. Dari situ, Utah menjadi alat standar dalam studi BCI.
Advertisement
Orang Pertama yang Melakukan Pemasangan Implan Utah
Matt Nagle menjadi orang yang mengalami kelumpuhan pertama yang melakukan operasi pemasangan Utah di 2004. Penginstalan perangkat tersebut membuat Nagle mampu memindahkan kursor komputer, mengendalikan kanal TV, memeriksa email, dan melakukan gerakan membuka dan menutup tangan palsunya.
Namun, proses tersebut tidak berlangsung lama. Implan yang dimilikinya dilepas sesuai dengan prosedur penelitian yang diikutinya, yaitu selama jangka waktu satu tahun.
Setelah percobaan pertama berhasil, kini terdapat lebih dari 30 orang peserta penelitian yang memakai implan BCI. Rekor pemakaian implan BCI terlama awalnya dipegang oleh Ian Burkhart, tetapi gelar tersebut turun kepada Copeland usai implan Burkhart dilepas di 2021 lalu.
Oleh sebab itu, ada pertanyaan besar yang masih membayangi penelitian ini adalah soal ketahanan dari susunan implan. Dengan sedikitnya orang yang ikut serta dalam memakai perangkat belum bisa diketahui berapa panjang umur perangkat tersebut bisa capai.
Dalam kasus Copeland, implan yang dimilikinya masih bekerja sampai saat ini. Namun, kinerjanya tidak sebaik saat perangkat pertama kali dipasangkan.
Â
Durabilitas dari Penggunaan BCI
"Tubuh adalah tempat yang sangat sulit untuk menempatkan alat elektronik dan sistem rekayasa," ujar Robert Gaunt, insinyur biomedis dari Universitas Pittsburgh. "(Tubuh manusia) ini lingkungan yang agresif dan tubuh selalu berusaha menyingkirkan benda-benda tersebut," tambah Gaunt.
Respons defensif tubuh manusia terhadap implan yang tertanam membuat munculnya respon imun di jaringan saraf yang mengelilingi elektroda. Hal ini diketahui menjadi penyebab turunnya kualitas sinyal neuron dan menghasilkan bekas luka.
Selanjutnya jaringan bekas luka tersebut akan mempengaruhi implan dalam menerima sinyal dari neuron, sampai akhirnya sinyal yang diterima menjadi kurang efektif untuk ditafsirkan.
Dalam menanggapi masalah ini, peneliti akhirnya melakukan beberapa penelitian lain melalui pengujian dengan berbagai jenis bahan yang bisa menjaga ketahanannya. Studi juga dilakukan untuk membuat elektroda yang digunakan dapat bersifat fleksibel dan meminimalisasi munculnya bekas luka.
Penelitian lain juga dilakukan untuk membuat ukuran implan menjadi lebih kecil, sehingga tidak terlalu bersifat invasif dan ditoleransi tubuh.
Sejumlah penelitian pun banyak dilakukan, tapi dengan banyaknya operasi yang kurang ideal membuat beberapa peserta berpotensi mengalami infeksi atau pendarahan di lokasi implan dipasangkan.
Perangkat eksternal dari sistem BCI menjadi resiko utama dari pemasangan implan otak. Alas yang digunakan di atas tengkorak bisa menyebabkan infeksi, meskipun keberadaannya diperlukan untuk menghubungkan implan dengan komputer eksternal.
Copeland bersama dengan peserta lain sampai saat ini masih harus terhubung dengan alat tumpuan kepala untuk menggunakan BCI mereka.
Menurut Copeland, gangguan-gangguan tersebut adalah hal ringan yang masih bisa ia hadapi sebagai bentuk balasan agar dirinya bisa memanfaatkan BCI untuk melakukan beberapa kegiatan.
Advertisement