RUU PDP Diapresiasi, Bakal Jamin Hak dan Kewajiban Berbagai Pihak Terkait Data Pribadi

Pakar keamanan siber mengapresiasi RUU Pelindungan Data Pribadi yang sebentar lagi akan disahkan menjadi Undang-Undang di Rapat Paripurna. Ia menyebut, kehadiran UU tersebut akan menjamin hak dan kewajiban berbagai pihak dalam peristiwa kebocoran data.

oleh Agustin Setyo Wardani diperbarui 16 Sep 2022, 13:58 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2022, 13:58 WIB
Antisipasi Kebocoran Data Pribadi, Ini Saran Pakar Siber
Pakar siber ungkap tips mencegah dan mengatasi kebocoran data pribadi. (pexels/pixabay).

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja meyakini kehadiran Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) bakal menjamin hak dan kewajiban berbagai pihak terkait keamanan dan privasi data di Tanah Air.

"UU PDP tujuannya menekan risiko dan meminimalisasi dampak kebocoran data. Di mana pada akhirnya, hak dan kewajiban semua pihak secara hukum akan jelas. Sehingga kalau timbul persoalan, akan jelas posisi kita ada di mana," kata Ardi ketika menjadi narasumber di Liputan6 Update edisi Jumat (15/9/2022).

Apa yang disampaikan Ardi ini berkaca dari kondisi saat ini, di mana ketika terjadi dugaan kebocoran data, masih ada pihak yang kerap membantah.

Ardi pun mengapresiasi Rancangan Undang-Undang (RUU) PDP yang sebentar lagi akan dibawa ke Paripurna DPR untuk disahkan menjadi Undang-Undang.

"Sejujurnya ini perjuangan sudah lama lama, 20 tahun lebih dibicarakan. Benar memang usulan pemerintah, tetapi ada banyak pihak dalam pembahasan, baik masyarakat, LSM, dunia usaha, hingga kami di komunitas terlibat. Semua pihak yang peduli dengan masalah privasi dan perlindungan data ikut terlibat dalam menyusun UU PDP," tuturnya.

Ardi lebih lanjut mengatakan, RUU PDP yang diperjuangkan selama 20 tahun terakhir kini sampai ke posisi hampir jadi Undang-Undang, adalah hal yang luar biasa. Meski begitu, ia mengingatkan bahwa tidak ada produk hukum yang sempurna.

"Pasti ada kekurangan, oleh karenanya, kita punya tugas mengawal, mengkritisi, dan memperbaiki. Harus diingat, Undang-Undang itu buatan manusia, masih bisa ada kesempatan untuk diperbaiki, kita tidak bisa lepas begitu saja. Perlu dikawal untuk kebaikan," katanya.

Pemerintah Jangan Reaktif Tangani Bjorka

Ilustrasi Hacker Bjorka
Ilustrasi Hacker Bjorka. Dok: Twitter

Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja menyebut, yang perlu dilihat bukanlah identitas Bjorka, melainkan apa di balik Bjorka. 

"Kalau dilihat polanya, Bjorka ini tidak sendirian melainkan sekelompok, karena memiliki sumber daya kuat untuk mendukung aksinya," tutur Ardi, dalam Liputan6 Update edisi Jumat (15/9/2022).

Pria yang juga seorang pakar keamanan siber ini mengatakan, dirinya tidak merisaukan Bjorka, pasalnya apa yang dilakukan oleh hacker adalah mencari celah keamanan di jaringan dan infrastruktur.

Sayangnya untuk kasus ini, Ardi menganggap Bjorka telah melakukan aksi melewati batas sehingga membuat kehebohan di satu negara dan membuat pemerintah menjadi reaktif.

"Padahal, kita menyikapi apa yang dilakukan Bjorka sebagai peretas itu lumrah, memang sifat peretas itu mencari celah kerentanan di satu sistem. Kebetulan ini ada satu dimensi celah yang kita saksikan, secara emosional dan psikologis rentan, sehingga mudah dipancing Bjorka. Ini yang membuat gaduh dan mengecoh banyak pihak," ujarnya.

Ardi pun menyayangkan pernyataan dari salah satu pejabat, yakni Menko Polhukam Mahfud MD, yang meremehkan hacker Bjorka.

"Sangat menyayangkan (pernyataan). Kita ini kan belajar tentang keamanan siber baru. Kita baru punya BSSN itu 2017 yang dibentuk melalui Keppres, sayangnya kita tidak belajar dari pengalaman negara lain," tutur dia bla-blakan.

Seperti Anak Kecil

Aksi Peretasan Hacker Bjorka Serang Indonesia, Apa Motifnya?
Hacker Bjorka telah melancarkan berbagai aksi peretasan data rahasia negara yang hebohkan Indonesia. (Copyright foto:Pexels.com/Tima Miroshcichenko)

Pasalnya menurut Ardi, Indonesia selama ini hanya menyoroti ancaman siber sebatas hoaks dan kebocoran data. Padahal, ancaman siber menurut Ardi, sifatnya lebih luas dibandingkan yang dipahami pemerintah Indonesia.

"Apa yang dilakukan pemerintah reaktif dan bahkan seperti anak kecil, menantang, itu tidak bijak, bahkan akan memperkeruh keadaan dan memancing. Bahkan sekarang saya yakin yang namanya Bjorka, mungkin banyak dan memancing reaksi," katanya.

Ardi menyebut, pemerintah harus ingat, ada berbagai jenis peretas, mulai dari putih, hijau, hingga kuning. Bisa jadi, karena solidaritas, para hacker ini bisa menggalang kemampuan dan justru mengolok-olok keamanan siber Indonesia.

Ardi mengajak pemerintah tidak reaktif dan menantang sosok Bjorka. Pemerintah, menurutnya, perlu merangkul karena hacker seperti Bjorka memiliki kemampuan.

"Kita harusnya mawas diri melihat masalah ini, kita harus menutup celah-celah yang disampaikan oleh Bjorka. Jangan reaktif, habis energi kita mengejar Bjorka ke mana-mana," tutur Ardi.

Ardi meyakini, jika nantinya pihak berwenang berhasil meringkus sosok Bjorka, bukan tidak mungkin akan muncul hacker-hacker lainnya. Namun ia juga mengungkap ada berbagai derajat hacker, mulai dari white hacker atau hacker yang beretika hingga hacker hitam, yakni hacker dengan berbagai motivasi. Mulai dari modus ekonomi, iseng semata, hingga aktivis yang beralih ke internet untuk menjalankan aksinya.

Ardi melihat apa yang dilakukan Bjorka ini memiliki dimensi yang luar biasa, karena selain mengungkap aib, Bjorka juga mengingatkan ada kerentanan sistem pemerintah yang terbuka.

(Tin/Ysl)

Infografis Buntut Aksi Hacker Bjorka & Prioritas RUU Perlindungan Data Pribadi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Buntut Aksi Hacker Bjorka & Prioritas RUU Perlindungan Data Pribadi. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya