Liputan6.com, Jakarta - Google Stadia, layanan gaming berbasis cloud milik Google ini akhirnya akan setop beroperasi pada 18 Januari 2023.
Kabar ini diungkap secara langsung oleh Phil Harrison, wakil presiden dan GM, Stadia di laman web Google.
Baca Juga
“Meskipun Stadia dibangun di atas fondasi teknologi kuat, ternyata belum mampu memikat pengguna yang diharapkan," kata Phil, sebagaimana dikutip dari laman web Google, Jumat (20/9/2023).
Advertisement
Dia juga menyebutkan, "Karena hal ini, kami harus membuat keputusan sulit untuk mulai menghentikan layanan streaming Stadia."
Walau Google Stadia setop beroperasi, Google melihat peluang besar untuk menerapkan teknologi Stadia ke layanan lain, seperti YouTube, Google Play, dan AR.
Tak hanya itu, "perusahaan juga dapat menyediakan teknologi ini untuk mitra industri yang sejalan dengan kami dalam melihat masa depan dunia gim."
Google juga menyebutkan, mereka akan mengembalikan uang bagi pengguna yang membeli hardware Stadia melalui Google Store.
Selain itu, mereka juga akan mengembalikan seluruh uang bagi mereka yang sudah membeli game dan konten tambahan di Stadia store.
Raksasa mesin pencari itu berharap, proses pengembalian dana tersebut akan selesai pada pertengahan Januari 2023 mendatang.
Kabar Google Stadia disuntik mati ini memang hanyalah tinggal menunggu waktu saja, toh layanan gaming berbasis cloud ini sudah diprediksi akan gagal sejak peluncuran.
Tidak memiliki pengalaman panjang di dunia gim, Google juga kerap kali menutup proyek baru berjalan beberapa tahun setelah diumumkan.
Google Uji Coba Main Game Langsung dari Hasil Pencarian di Search
Sebelumnya, Google dilaporkan tengah menguji coba cara baru untuk mengakses layanan cloud gaming. Berdasarkan laporan Bryant Chappel kreator The Nerf Report, akses ke layanan cloud gaming kini bisa dilakukan langsung dari hasil penelusuran.
Dikutip dari The Verge, Senin (15/8/2022), melalui unggahan di Twitter, Bryant menuliskan pengalamannya saat mencari game lewat Google Search dan menemukan ternyata ia bisa langsung meluncurkannya dari hasil penelusuran yang ditampilkan.
"Ketika mencari game sekarang bisa langsung diluncurkan dari hasil penelusuran menggunakan Google Stadia," tulisnya. Tidak hanya Google Stadia, fitur ini juga mendukung Xbox Cloud Gaming, Amazon Luna, hingga Nvidia GeForce Now.
Namun, cara ini diketahui hanya berlaku ketika pengguna sudah masuk ke akun layanan tersebut. Selain itu, ada kemungkinan tidak semua game mendukung fitur ini.
Saat mencoba kemampuan ini, Bryant mencari game Control yang ternyata langsung bisa diakses di Google Stadia. Lalu, ia sempat mencobanya untuk mengakses game Halo Infinte dari Xbox Cloud Gaming.
Meski fitur ini sudah terungkap, belum diketahui apakah Google akan meluncurkannya ke publik. Sebab, raksasa internet itu tidak memberikan komentar apa pun terkait kemudahan akses cloud gaming ini.
Lalu, kemampuan ini ternyata tidak selalu muncul. Menurut laporan, ada kalanya fitur ini muncul, tapi kemudian tidak diakses kembali, sehingga muncul dugaan ini masih sebatas uji A/B.
Advertisement
Google Didenda Rp 883 Miliar Terkait Pengumpulan Data Lokasi Pengguna
Di sisi lain, Komisi Persaingan dan Konsumen di Australia (Australian Competition and Consumer Commission, ACCC) mengumumkan, Google telah didenda sebesar USD 60 juta atau sekitar Rp 883 miliar.
Hal ini terkait dengan kasus dimana, Google kedapatan telah mengumpulkan dan menggunakan data lokasi pengguna Android selama hampir dua tahun antara Januari 2017 dan Desember 2018.
Pengawas kompetisi Australia itu mengatakan, Google terus melacak beberapa ponsel Android penggunanya meskipun telah menonaktifkan "Riwayat Lokasi" di pengaturan perangkat.
Pelanggan disesatkan untuk berpikir pengaturan tersebut akan menonaktifkan pelacakan lokasi, sementara itu pengaturan akun lain aktif.
Adapun pengaturan tersebut adalah "Aktivitas Web & Aplikasi". Aktif secara default, dan pengaturan ini memungkinkan Google "mengumpulkan, menyimpan, dan menggunakan data lokasi untuk diidentifikasi secara pribadi."
ACCC mengatakan berdasarkan data yang tersedia, diperkirakan lebih dari 1,3 juta akun Google milik warga Australia terpengaruh, sebagaimana dilansir BleepingComputer, Senin (15/8/2022)
"Google mampu menyimpan kumpulan data lokasi melalui pengaturan 'Aktivitas Web dan Aplikasi', dan menggunakan data itu untuk iklan tertarget," kata pimpinan ACCC, Gina Cass-Gottlieb.
Denda Lain untuk Google
Sebelumnya, pada bulan Januari, Komisi Nasional Informatika dan Kebebasan Prancis (CNIL) juga telah mendenda Google sebesar USD 170 juta.
Hal ini dilakukan karena, Google mempersulit pengunjung situs web untuk menolak cookie pelacakan dengan menyembunyikan opsi ini di balik beberapa klik, yang merupakan pelanggaran kebebasan persetujuan pengguna internet.
Kasus lainnya, Google juga didenda USD 11,3 juta untuk pengumpulan data, 220 juta euro karena layanannya merugikan pesaing.
Google didenda sebesar USD 1,7 miliar untuk praktik anti-persaingan dalam periklanan online, dan USD 2,72 miliar karena menyalahgunakan posisi pasar dominannya untuk mengubah hasil pencarian.
Google juga mengumumkan kehadiran sejumlah fitur baru usai integrasi yang dilakukan antara dua aplikasi besutannya, yakni Google Meet dan Google Duo. Seperti diketahui, pada Juni 2022, Google menyebut akan menggabungkan dua layanan tersebut dalam satu aplikasi Meet.
Menurut perusahaan, keputusan untuk menggabungkan dua aplikasi ini diharapkan bisa memecahkan beberapa masalah komunikasi modern. Kini, seperti dikutip dari Engadget, Sabtu (13/8/2022), Google menggulirkan sejumlah fitur baru usai integrasi tersebut.
(Ysl/Tin)
Advertisement