Liputan6.com, Jakarta - Setiap kali beraktivitas di dunia maya atau internet, tanpa disadari atau tidak, kamu akan meninggalkan jejak digital.
Jika tidak berhati-hati dan bijak menggunakan platform di ruang digital, jejak digital berpotensi merugikan pengguna maupun orang lain.
Baca Juga
Dalam webinar bertajuk 'Jangan Menyesal, Jaga Jejak Digital' di Pontianak, Pengurus Bidang Komunikasi Publik Relawan TIK Provinsi Bali I Wayan Adi Karnawa, menjelaskan jejak digital adalah data yang ditinggalkan pengguna internet dalam beraktivitas di ruang digital, baik yang disadari maupun yang tidak.
Advertisement
"Jejak digital terbagi menjadi dua jenis, yaitu aktif dan pasif. Jejak digital aktif adalah data atau informasi yang sengaja diunggah ke ruang digital, seperti unggahan status atau komentar di media sosial," kata I Wayan, dikutip Selasa (15/11/2022).
Adapun jejak digital pasif, ia melanjutkan, adalah data yang ditinggalkan pengguna selama berselancar di dunia maya, yaitu server yang menyimpan alamat IP, lokasi, dan riwayat pencarian.
Oleh karena itu, I Wayan menyarankan jejak digital perlu dirawat dengan baik agar tak merugikan siapapun, termasuk setiap individu di kemudian hari.
"Caranya adalah dengan melakukan pengaturan privasi pada perangkat, menghapus aplikasi yang tidak dipakai, mengunggah hal-hal positif, dan selalu memperbarui sistem aplikasi, termasuk memasang antivirus pada perangkat digital," tuturnya dalam webinar yang digelar Kominfo bersama GNLD Siberkreasi ini.
Tantanggan Budaya Digital
Sementara Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muslim Indonesia Makassar, Izki Fikriani Amir, mengingatkan setiap individu yang beraktivitas di dunia maya sebaiknya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengunggah sesuatu, khususnya di media sosial.
Ia mengimbau sangat tidak disarankan mengunggah data pribadi di media sosial jenis apapun. Selain itu, hindari penggunaan jaringan WiFi publik.
“Mari mengisi ruang digital dan menjadikannya sebagai ruang berbudaya, tempat belajar dan berinteraksi, tempat anak-anak tumbuh berkembang, sekaligus tempat di mana kita sebagai bangsa hadir dengan penuh martabat,” kata Izki.
Dalam kesempatan sama, Konsultan Pendidikan sekaligus Kreator Konten, Kristiyuana, menyampaikan tantangan budaya digital saat ini.
Antara lain mengaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya sopan santun, menghilangnya budaya asli Indonesia dan derasnya serbuan budaya asing, kebebasan berekspresi yang melampaui batas, serta hilangnya toleransi di ruang digital," paparnya.
Advertisement
Kebebasan Berekspresi
Menyangkut kebebasan berekspresi di ruang digital, lanjut Kristi, patut diingat bahwa segala aktivitas di ruang digital diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Di situ disebutkan bahwa penggunaan informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan dengan persetujuan orang yang bersangkutan.
“Perlu dipahami pula bahwa orang-orang yang berinteraksi di ruang digital memiliki latar belakang berbeda-beda, seperti latar belakang budaya, adat-istiadat, maupun pemahaman yang juga tak sama. Oleh karena itu, penting untuk bersikap saling menghargai dan toleransi satu sama lain,” ucap Kristi.
Infografis Era Teknologi 5G di Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Advertisement