4 Tips JAGA dari GoPay Biar Tak Jadi Korban Penipuan Online

Berikut ini 4 tips JAGA untuk menjaga keamanan digital dan terhindar dari risiko penipuan online

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 17 Mar 2023, 07:30 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2023, 07:30 WIB
GoPay
Transaksi di Timezone Indonesia kini bayar pakai GoPay. (Dok: GoPay)

Liputan6.com, Jakarta - Di tengah pesatnya perkembangan penggunaan platform digital untuk bertransaksi di Indonesia, penipuan online pun semakin banyak mengintai masyarakat. Tidak sedikit juga yang sudah menjadi korban.

Tidak cuma uang yang bisa dicuri dari aksi penipuan online, tetapi juga data-data masyarakat mulai dari informasi pribadi, hingga informasi perbankan dan keuangan yang harusnya bersifat rahasia.

"Oknum penipu terus mengambil kesempatan, contohnya berkedok kurir paket, tagihan BPJS, undangan pernikahan," kata Genesha Nara Saputra, Head of Payment Information Security GoTo Financial dalam siaran persnya.

"Bahkan kasus baru-baru ini terjadi berdekatan tenggat waktu pelaporan SPT tahunan, penipu berdalih mengirimkan dokumen pajak," ujarnya, dikutip Jumat (16/3/2023).

Menurut Genesha, walau memiliki modus yang baru, penjahat siber tetap memakai teknik lama modus penipuan rekayasa sosial atau social engineering. Ia menyebut, mereka tida menyerang sistem keamanan tetapi psikologis manusia.

"Ciri-cirinya, penipu akan meyakinkan korban dengan cara dibuat senang karena menang undian, ataupun ketakutan karena penipu menyamar menjadi pihak berwenang. Jadi, masyarakat tetap harus waspada agar tidak terjebak."

Genesha pun mengungkapkan, ada beberapa tips yang diberikan oleh GoPay, sebagai bagian dari edukasi pengguna agar selalu aman dalam melakukan aktivitas digital, yaitu melalui JAGA.

4 Tips Menjaga Keamanan Digital

Berikut ini tips JAGA yang dimaksud dan disarankan oleh GoPay, agar pengguna tetap aman beraktivitas secara digital:

  1. Jangan transfer di luar aplikasi dan lebih teliti ketika melakukan transaksi
  2. Amankan data pribadi, jangan berikan kode OTP, PIN, nomor kartu ATM/debit/kredit, CV, dan lainnya
  3. Gunakan layer keamanan lebih seperti PIN, password, biometrik
  4. Adukan jika ada aktivitas yang mencurigakan ke halaman resmi atau pihak berwenang (jika menjadi korban penipuan).

Jumlah Kejahatan Siber di Indonesia

Antisipasi Kebocoran Data Pribadi, Ini Saran dari Pakar Siber
Ilustrasi kebocoran data pribadi. (unsplash/towfiqu barbhuiya).

Adapun, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, kejahatan siber yang terjadi di Indonesia mencapai 100 juta per April 2022.

Aksi yang mendominasi misalnya modus meminta tebusan seperti ransomware atau malware, phishing, dan eksploitasi kerentanan. Di sisi lain, tingginya tingkat kejahatan siber ini belum diikuti tingkat literasi digital yang memadai.

Survei Status Literasi Digital Indonesia 2022 yang dilakukan Kementerian Kominfo menunjukkan indeks Keamanan Digital masyarakat Indonesia menjadi yang paling rendah di antara pilar-pilar lainnya dengan skor 3,12.

Sementara, pilar lainnya seperti Kecakapan Digital berada di skor 3,52; Etika Digital dengan skor 3,68; dan Budaya Digital berada di nilai 3,84.

Genesha pun menekankan, menjaga keamanan di dunia siber bukanlah tanggung jawab satu pihak saja.

"Manfaat transaksi digital telah kita rasakan bersama. Upaya mewujudkan transaksi digital yang aman itu perlu dilakukan bersama, dari sisi penyedia platform digital maupun pengguna," pungkasnya.

Maraknya Penipuan Online Berkedok File APK di WhatsApp

Ilustrasi Keamanan Siber, Kejahatan Siber, Malware
Ilustrasi Keamanan Siber, Kejahatan Siber, Malware. Kredit: Elchinator via Pixabay

Beberapa waktu lalu, sempat marak peretasan dan penipuan online dengan trik menyebarkan malware melalui file APK (Android Package).

Para pelaku kejahatan siber menipu korbannya dengan berbagai modus melalui WhatsApp, berusaha agar korban membuka dan menginstal file APK tersebut agar dia bisa mencuri data dan uang korban.

Perusahaan keamanan siber ITSEC Asia menyebut, modus-modus seperti sniffing dan phishing, sering dimanfaatkan peretas atau hacker, dalam melancarkan aksi mereka seperti kasus-kasus serupa.

 

Mengutip siaran persnya, Rabu (1/3/2023), ITSEC mengatakan, dalam kasus sniffing yang marak terjadi beberapa waktu lalu, pelaku menggunakan modus penipuan APK yang bervariasi.

Modus-modus ini seperti undangan pernikahan, pengecekan resi pengiriman paket, informasi perbankan, foto barang yang dibeli secara daring, cek data BPJS atau asuransi, dan lain-lain yang menyamarkan diri sebagai pihak resmi.

"Berkaca pada kasus yang baru-baru ini terjadi, kita tahu bahwa pelaku peretasan melancarkan aksi mereka dengan menggunakan sistem APK," kata pakar keamanan siber Andri Hutama Putra.

 

Waspada Terhadap File APK

Antisipasi Kebocoran Data Pribadi, Ini Saran Pakar Siber
Pakar siber ungkap tips mencegah dan mengatasi kebocoran data pribadi. (pexels/pixabay).

Andri, yang juga Presiden Direktur ITSEC Asia itu menambahkan, sebenarnya hal itu bisa dicegah jika seseorang memiliki kesadaran akan keamanan data pribadi yang baik.

"Salah satunya adalah dengan berhati-hati ketika mengakses jaringan internet publik, tidak mengunduh file atau aplikasi secara sembarangan dari orang yang tidak kita kenal, atau dari sumber yang tidak terpercaya," kata Andri.

Andri menjelaskan, nama file dengan ekstensi .APK pada sistem operasi Android Google atau .IPA pada iOS Apple, adalah software yang digunakan untuk menjalankan sebuah aplikasi, di masing-masing sistem operasi.

Software aplikasi .APK dan .IPA bisa dimodifikasi oleh pelaku kejahatan, dengan memasukkan virus atau malware yang dapat meretas perangkat.

(Dio/Isk)

Beragam Model Kejahatan Siber
Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya