Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan keamanan digital VIDA meluncurkan sistem keamanan baru. Sistem ini disebut menjadi solusi untuk terhindar dari ancaman deepfake yang menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Penggunaan kecerdasan buatan banyak memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tak sedikit yang menyalahgunakan teknologi ini untuk hal yang tidak bertanggungjawab. Bahkan, penyalahgunaan AI dapat menimbulkan potensi kerugian besar.
Baca Juga
Salah satu penyalahgunaan AI adalah yang kini populer adalah deepfake. Teknologi ini memanfaatkan kecerdasan buatan untuk meniru wajah dan suara seseorang secara realistis.
Advertisement
Niki Luhur, Founder and Group CEO VIDA, dalam acara peluncuran whitepaper: 'WHAT THE FAKE?: Siapkah Bisnis di Indonesia Melawan Penipuan deepfake yang Dihasilkan AI?' menekankan potensi bahaya dari penyalahgunaan deepfake AI.
Niki menuturkan, "Teknologi deepfake memperkenalkan era baru ancaman dunia maya yang mampu menghancurkan kepercayaan dan keamanan dalam interaksi bisnis digital dalam sekejap."
Selain itu, ia juga memperhatikan banyak perusahaan dan pelaku bisnis yang belum menyadari bahaya penyalahgunaan deepfake.
"Hal ini mengkhawatirkan karena sebagian besar profesional melakukan aktivitas dalam ketidaktahuan, rentan terhadap jenis penipuan digital yang dapat langsung mengurangi kepercayaan dan keamanan," ujar Niki.
Penyalahgunaan deepfake dapat mengancam identitas seseorang dan meningkatkan resiko reputasi negatif terhadap keamanan bisnis.
Data dari VIDA menunjukkan 58 persen profesional di Indonesia tidak mengenali teknologi AI, termasuk deepfake. Oleh sebab itu, VIDA kini memperkenalkan Deepfake Shield.
VIDA Deepfake Shield merupakan pertahanan canggih berlapis yang dirancang untuk memberdayakan bisnis digital dalam mendeteksi, serta menetralisir penipuan deepfake secara efisien.
Fitur VIDA Deepfake Shield
Berikut fitur unggulan dari VIDA Deepfake Shield dalam melindungi perusahaan dari serangan Deepfake
- Verifikasi Identitas Real-Time: Dengan memverifikasi identitas secara instan, VIDA memastikan bahwa transaksi tetap cepat dan aman, secara langsung mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh deepfake.
- Integrasi yang Mulus di Seluruh Platform: Dirancang dengan mempertimbangkan kemampuan beradaptasi, mudah terintegrasi ke dalam infrastruktur yang ada, meningkatkan keamanan tanpa mengganggu pengalaman pengguna.
- Pertahanan Tingkat Lanjut: Menggunakan teknologi mutakhir seperti Passive Liveness Detection dan Biometric Attack Prevention, VIDA Deepfake Shield menawarkan perlindungan terhadap teknik penipuan digital tercanggih, termasuk deep fakes, presentation attacks, dan injection attacks.
Dalam peluncuran sistem keamanan ini, Sati Rasuanto, Co-founder and President VIDA menyimpulkan pentingnya kesadaran mengenai ancaman deepfake yang membahayakan.
"Peluncuran VIDA Deepfake Shield dan whitepaper terbaru menunjukkan komitmen VIDA untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang risiko deepfake," tutur Sati.
Advertisement
Google, Meta, OpenAI, dan Raksasa Teknologi Lainnya Teken Pakta Melawan Deepfake di Pemilu AS 2024
Di sisi lain, Google, Meta, OpenAI, dan beberapa perusahaan teknologi ternama lainnya telah menandatangani pakta kerjasama, dalam upaya memerangi disinformasi dan manipulasi informasi menjelang Pemilu AS 2024.
Terhitung ada 20 raksasa teknologi ikut menandatangani pakta untuk memerangi deepfake jelang hingga saat Pemilu Amerika Serikat (AS) 2024 digelar.
Bernama "Tech Accord to Combat Deceptive Use of AI in 2024 Elections", pakta ini mencakup perusahaan-perusahaan yang membuat dan mendistribusikan model AI.
Tak hanya itu, terdapat pula platform media sosial di mana besar kemungkinan deepfake marak bermunculan.
Selain Google, Meta, OpenAI, perusahaan seperti Adobe, Amazon, Anthropic, Arm, ElevenLabs, IBM, Inflection AI, LinkedIn, McAfee, Microsoft, Nota, Snap Inc., Stability AI, TikTok, Trend Micro, Truepic dan X (sebelumnya Twitter) juga ikut teken pakta ini.
Deepfake adalah teknologi mampu manipulasi video dan audio untuk meniru wajah dan suara seseorang, dan dikhawatirkan dapat digunakan untuk menyebarkan informasi palsu, dan merusak reputasi kandidat politik.
Kesepakatan ini berlaku untuk audio, video, dan gambar yang dihasilkan beragam tool AI, baik itu buatan OpenAI, Google, atau perusahaan teknologi lainnya.
Infografis Jurus Pemerintah Atasi Serangan Siber
Advertisement