Kisah Sukses Anak Muda Surabaya dan Riau di Apple Swift Student Challenge

Dua anak muda Indonesia, Neilson Soeratman dari Surabaya dan Shania Siahaan dari Riau, berhasil meraih kemenangan di Apple Swift Student Challenge 2024. Seperti apa cerita mereka usai menang?

oleh Yuslianson diperbarui 08 Jun 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2024, 17:00 WIB
Shania Siahaan, mahasiswa di Universitas Maritim Raja Ali Haji dan peserta Apple Developer Academy
Shania Siahaan, mahasiswa di Universitas Maritim Raja Ali Haji dan peserta Apple Developer Academy yang menang Swift Student Challenge 2024. (Doc: Istimewa) 

Liputan6.com, Jakarta - Dua anak muda berbakat dari Surabaya dan Riau, Neilson Soeratman dan Shania Siahaan, sukses mengharumkan nama Indonesia setelah meraih kemenangan di ajang bergengsi Apple Swift Student Challenge 2024.

Dalam kompetisi ini, kedua anak muda ini berhasil mengungguli para peserta kompetisi dalam pengembangan aplikasi inovatif menggunakan bahasa pemrograman Swift.

Memulai perjalanannya di Apple Academy pada tahun 2022, Shania terinspirasi untuk bergabung dalam kompetisi buatan Apple ini setelah mendengar cerita dari beberapa senior di Apple Developer Academy.

"Saya tertarik karena di Apple Developer Academy, kita tidak hanya belajar coding, tetapi juga bagaimana membuat aplikasi yang bermanfaat, memahami alasan di balik pembuatan aplikasi, serta proses dari sudut pandang bisnis, desain, dan coding," kata Shania kepada tim Liputan6.com.

Sementara itu, Neilson Soeratman yang baru lulus Apple Developer Academy pada 2023 menceritakan pengalaman yang serupa dengan Shania.

"Awalnya, saya berpikir akademi hanya fokus pada coding, namun ternyata lebih dari itu. Akademi mendorong peserta untuk mengembangkan aplikasi yang berdampak nyata," ujarnya.

Kepada tim Liputan6.com, Neilson dan Shania menceritakan bagaimana motivasi menjadi kunci mereka untuk terus mencoba meskipun mangalamai kegagalahn.

Shania dan Nelson sama-sama merasakan ini ketika mereka berpartisipasi dalam Swift Student Challenge sebelumnya. Shania, yang pertama kali mengikuti pada tahun 2023, merasa usahanya kurang maksimal karena persiapan yang singkat.

"Di tahun 2024, dengan lebih banyak waktu untuk mengembangkan ide, saya merasa ada peluang lebih besar untuk menyampaikan ide saya," ungkap mahasiswa di Universitas Maritim Raja Ali Haji tersebut.

Nelson, yang juga mengalami kegagalan pada percobaan pertamanya, tidak menyerah. "Saya suka tantangan dan dorongan dari lingkungan akademi membuat saya semakin tertarik untuk ikut serta."

Walah harus gagal pada percobaan pertama Apple Swift Student Challenge, Neilson mengakui banyak belajar dan bertekad untuk mencoba lagi dengan strategi yang lebih baik.

 

Proses Kreatif di Balik Ide Aplikasi

<p>Inovasi Anak Bangsa di Apple Swift Student Challenge 2024. (Doc: Istimewa)</p>

Shania dan Nelson mendapatkan ide aplikasi mereka dari masalah ada di sekitar mereka. Shania, yang berasal dari Kepulauan Riau, melihat masalah pencemaran pantai di daerahnya.

Karena itu, Ia ingin meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak kebiasaan sehari-hari terhadap lingkungan melalui aplikasi yang ia buat.

"Saya membuat konsep aplikasi dengan tema perjalanan waktu, di mana pemain harus kembali ke masa lalu untuk mencegah kerusakan lingkungan di masa depan," jelas Shania.

"Pemain harus menyelesaikan tiga misi: mengganti bahan berbahaya dengan yang ramah lingkungan, menjadi pembeli yang cerdas dengan menghindari produk berbahaya, dan memanfaatkan sampah plastik menjadi sesuatu yang berguna," jelas Shania.

Sementara itu, Nelson mendapatkan ide dari kondisi panas ekstrem di Surabaya. Ia fokus pada masalah perubahan iklim dan konsumsi energi.

"Saya merasa langkah-langkah seperti mengurangi penggunaan energi listrik dan air sehari-hari adalah tindakan yang dapat dilakukan semua orang untuk membantu mengurangi emisi karbon," katanya.

 

Tantangan dan Solusi dalam Pengembangan Aplikasi

Mengembangkan aplikasi bukan tanpa tantangan. Shania mengakui, tantangan utama adalah mengemas pesan lingkungan dalam aplikasi sehingga pengguna langsung memahami tujuan dan pesan yang ingin disampaikan.

"Saya memilih fitur yang bisa cepat diterjemahkan dalam aplikasi, seperti mengganti bahan material berbahaya dengan bahan ramah lingkungan. Proses ini memerlukan pemilihan teknologi tepat untuk setiap fitur," kata Shania.

Nelson juga menghadapi tantangan dalam hal konsep dan riset. "Penelitian tentang penggunaan listrik dan air serta dampaknya terhadap emisi karbon memakan waktu lebih lama dibandingkan pengembangan aplikasinya."

Dia mengakui, tantangan utama adalah bagaimana mengonversi riset dan konsep tersebut menjadi aplikasi yang dapat dipahami dan memberikan pesan edukatif kepada pengguna.

 

Bantuan dari Mentor dan Pengalaman Akademi

Baik Shania maupun Nelson mengandalkan pengalaman dan pembelajaran selama di akademi untuk menghadapi tantangan dan mengembangkan aplikasi.

"Sebagai alumni, saya tidak terlalu sering berhubungan dengan mentor dan lebih banyak mencari solusi sendiri, meski kadang-kadang meminta bantuan teman dan alumni tentang teknologi tertentu," jelas Shania.

Nelson menambahkan, "Saya banyak belajar tentang cara berpikir dan teknologi dari mentor selama berada di akademi, yang sangat membantu dalam pengembangan aplikasi."

Saran dan Harapan untuk Peserta Masa Depan

Shania dan Nelson juga memberikan saran berharga bagi peserta masa depan Swift Student Challenge.

"Selalu berani mencoba tantangan baru dan lebih peka terhadap lingkungan sekitar, karena ide-ide sering muncul dari pengalaman langsung," saran Shania.

Nelson menyarankan untuk tidak terlalu berpikir panjang dan langsung mencoba. "Diskusi dengan orang lain juga sangat membantu dalam memperkaya ide dan solusi," tambahnya.

Infografis Muncul Wacana Pembentukan Dewan Media Sosial. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Muncul Wacana Pembentukan Dewan Media Sosial. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya