Liputan6.com, Jakarta - CEO Apple Tim Cook kembali menjadi sorotan publik setelah sebuah video wawancaranya menjadi viral di media sosial.
Dalam video tersebut, Cook menjawab pertanyaan yang telah lama menjadi bahan diskusi: mengapa Apple masih memproduksi sebagian besar iPhone dan perangkat lainnya di China?
Baca Juga
Jawabannya, menurut Cook, bukan karena biaya tenaga kerja yang murah, sebagaimana banyak orang percaya. Namun, ada alasan lain yang jauh lebih kompleks dan strategis.Â
Advertisement
Mengutip Money Control, Senin (14/4/2025), dalam kesempatan itu, Cook mengungkapkan sejumlah faktor penting yang membuat China tetap menjadi pusat utama dalam rantai pasokan dan proses manufaktur Apple, terutama iPhone.Â
China dan Keunggulan Ekosistem Manufaktur
Menurut Tim Cook, banyak orang di Barat keliru menganggap Apple memilih China dalam produksi iPhone karena murahnya tenaga kerja.
Faktanya, menurutnya, biaya tenaga kerja di China telah meningkat tajam dalam satu dekade terakhir, dan bukan lagi menjadi negara dengan buruh berupah rendah seperti anggapan lama.
Yang membedakan China dari negara-negara lain, Cook mengatakan, adalah skala dan kedalaman infrastruktur manufakturnya.Â
Selain itu, di China, ada tenaga kerja yang sangat terampil dalam bidang-bidang khusus seperti perakitan komponen elektronik, pengelasan presisi, pemrosesan logam, dan pengoperasian peralatan industri berskala tinggi.
"Kalau Anda ingin mengumpulkan insinyur yang paham betul soal pengoperasian peralatan industri dalam jumlah besar, di Amerika Serikat mungkin hanya bisa mendapatkan segelintir," ujar Tim Cook.
Namun, Cook menuturkan lebih lanjut, hal berbeda bisa ditemukan di China. "Anda bisa mengisi beberapa lapangan sepak bola penuh dengan para insinyur seperti itu," ucapnya.Â
Keterbatasan Sumber Daya di AS
Meski Apple merupakan perusahaan asal Amerika Serikat dan telah membuka fasilitas manufaktur dalam negeri seperti di Texas, Cook menegaskan, tidak mungkin memindahkan seluruh proses produksi iPhone ke AS dalam waktu dekat.
Menurutnya, tantangan terbesar bukan semata pada biaya, tapi lebih pada kurangnya tenaga kerja terampil dan infrastruktur industri yang bisa mendukung produksi dalam skala besar.
Dalam laporan sebelumnya, diperkirakan jika seluruh proses pembuatan iPhone dilakukan di AS, harga jual perangkat tersebut bisa melonjak drastis.
Tak tanggung-tanggung, harga jual iPhone jika dibuat di Amerika Serikat bahkan bisa mencapai lebih dari USD 3.500, dibandingkan dengan harga saat ini yang berkisar di angka USD 1.000.
"Ini bukan sekadar soal 'mengapa tidak membuatnya di Amerika'. Ini tentang apakah kita punya kemampuan untuk melakukan itu di sini dan kenyataannya, saat ini belum," ujarnya.
Advertisement
Diversifikasi Rantai Pasokan
Meski demikian, Apple tetap berupaya mendiversifikasi rantai pasokannya. Dalam beberapa tahun terakhir, Apple telah memindahkan sebagian produksi ke negara-negara seperti India dan Vietnam.
Langkah ini diambil sebagai strategi untuk mengurangi ketergantungan terhadap China, terutama sejak meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China.
India, misalnya, kini menjadi basis produksi bagi beberapa model iPhone. Apple juga terus memperluas kehadirannya di negara tersebut dengan mendirikan pabrik-pabrik baru dan meningkatkan kemitraan dengan pemasok lokal.
Kendati demikian, Cook menegaskan kalau membangun ekosistem manufaktur seperti yang sudah terbentuk di China bukan hal yang bisa dilakukan dalam semalam.
Proses tersebut memerlukan waktu bertahun-tahun, investasi besar, dan pelatihan tenaga kerja dalam skala besar.
"China telah membangun ekosistem manufakturnya selama puluhan tahun. Jadi ketika Anda ingin mencoba menirunya di tempat lain, itu akan memerlukan waktu dan dedikasi yang sama panjangnya," ujar Cook.
Infografis Keuntungan iPhone terhadap Apple
Advertisement
