Liputan6.com, Jakarta - Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, bisnis aplikasi mobile atau bisnis online yang berasal dari negara asing tumbuh subur di Tanah Air. Dari mulai bisnis produk hingga layanan pemesanan taksi via online yang berlomba-lomba menawarkan keunggulan masing-masing.
Namun, seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Senin (8/6/2015), ternyata justru menjadi kontroversi di masyarakat. Karena diduga bisnis angkutan umum tersebut tidak mengantongi izin operasi angkutan umum, sehingga lepas dari pajak.
Selain tak berplat kuning, perilaku pengemudi taksi online juga dikeluhkan pengemudi taksi resmi.
Baca Juga
"Kebetulan saya kemarin di Grogol, saya lagi nunggu tamu, sebenarnya dia mau naik taksi tapi tiba-tiba dia datang uber. Kata penumpang memang lebih murah dibanding taksi resmi," ujar Komarudin, pengemudi taksi.
Lain pendapat sopir taksi, lain pula pendapat masyarakat. Para pengguna taksi menilai pemesanan taksi via online lebih murah dan cepat dari taksi resmi.
Advertisement
"Kalau menurut saya lebih bagus, bisa mempermudah kita pengguna taksi. Jadi nggak perlu repot-repot nyari di jalan nunggu lama. Kita bisa pesan lewat aplikasi. Yang penting keamanannya saja," kata Fadli, pengguna taksi.
Â
Menurut Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, dan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 35 Tahun 2003, dijelaskan setiap angkutan umum yang beroperasi di jalan raya harus memiliki izin jasa operasi angkutan umum.
Apabila masyarakat menggunakan angkutan umum tanpa izin operasi, maka pengguna jasa angkutan umum itu sendiri yang akan dirugikan, karena jika mengalami kecelakaan maka seluruh penumpang termasuk sopir tidak dilindungi asuransi.
Apalagi jika terjadi tindakan kejahatan di dalam taksi ilegal, maka penumpang tak bisa meminta pertanggungjawaban dari siapa pun, karena tidak berada di bawah naungan sebuah perusahaan. (Dan/Rmn)
Â