Liputan6.com, Jakarta Puluhan petani asal Malang merasa kecewa harga apel yang dijualnya terus merosot karena kalah bersaing dengan serbuan apel impor. Buah andalan kota Malang itu kini hanya dibanderol Rp 2.500 per kilogram (kg).
Sekretaris Asosiasi Hortikultura Nasional (AHN) Ramdansyah menilai merosotnya harga apel Malang juga tak lepas dari campur tangan pemerintah. Menurutnya, pemerintah lebih senang memilih liberalisasi impor produk tanpa memperhatikan keberadaanhasil produksi lokal.
Hal itu terlihat dari terus meningkatnya jumlah apel yang diimpor Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia bakal mengimpor 200.483 ton apel pada semester I 2014, atau naik hampir 140% dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnya 83.918 ton.
Advertisement
"Dengan melimpahnya apel impor, icon apel Malang seharusnya berubah menjadi icon apel impor atau apel China," jelas Ramdan di Jakarta, Senin (24/2/2014).
Dia menyatakan turunnya harga tersebut membuat para petani enggan untuk menanam apel lagi dan memilih beralih usaha ke sektor properti dan agrowisata. Hal itu telah membuat apel Malang tak punya nilai tawar.
Kurang menariknya bisnis apel Malang telah membuat 60%-70% pertanian apel di Malang beralih menjadi hotel, tempat hiburan, atau perkebunan tebu yang dinilai lebih menguntungkan.
"Banyak lahan pertanian apel dibiarkan terlantar," terangnya.
Untuk itu, para petani meminta pemerintah memberikan perlindungan dengan tidak memperketat pemberian izin impor apel.
 "Masyarakat banyak memang diuntungkan dengan harga murah, tapi produk yang mereka makan adalah produk impor," katanya. (Achmad Dwi Apriadi/Ndw)