Bengkel Resmi Tak Mau Terima Mobil Pakai Konverter Kit?

Program konversi BBM ke BBG bakal mandek apabila jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) masih sangat kurang.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 14 Mar 2014, 18:28 WIB
Diterbitkan 14 Mar 2014, 18:28 WIB
SPBG
(Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memperkirakan program konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) bakal mandek apabila jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) masih sangat kurang. Apalagi pemasangan konverter kit sebagai alat konversi belum berjalan maksimal.

Direktur Bina Sistem Transportasi Perkotaan Kemenhub, Djoko Sasono mengungkapkan, saat ini di Jakarta baru berdiri kurang dari 10 unit SPBG. Sedangkan jumlah SPBU mencapai 200 unit.

"Kalau dipaksakan untuk program konversi pun, hasilnya tidak akan maksimal. Masyarakat juga susah dapatkan konverter kit, gasnya, kualitas pun tidak bagus serta lokasi tidak memungkinkan," ucap dia acara Diskusi Transportasi Perkotaan di Jakarta, Jumat (14/3/2014).

Bicara soal konverter kit, Djoko memiliki pengalaman pribadi semenjak dirinya menggunakan alat tersebut. Kendaraan roda empatnya dengan merek Toyota Altis ditolak bengkel resmi karena tidak ada jaminan perbaikan jika mobil sudah terpasang konverter kit.

"Saya tidak bisa lagi servis di bengkel resminya, karena mereka tidak mau. Jaminannya sudah dicabut. Makanya saya harus ke bengkel non resmi," keluhnya.

Di sisi lain, dia mengatakan, jumlah kendaraan di Jakarta dan kota besar lainnya semakin membludak. Fenomena ini tak dibarengi dengan pembangunan jalan maupun infrastruktur pendukungnya sehingga menimbulkan persoalan seperti kemacetan.

Padahal dalam Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang angkutan jalan, pemerintah wajib menjamin ketersediaan angkutan umum. Transportasi publik harus mudah ke tempat kerja, mudah ke sekolah dan mudah ke mana saja.

"Transportasi publik juga harus ramah lingkungan dan mulai mengurangi penggunaan BBM karena rata-rata pertumbuhan konsumsi energi pada sektor transportasi mencapai 6%-8% per tahun," ujar Djoko.

Dia mencontohkan biaya pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) sekitar Rp 17 triliun tidak melebihi anggaran subsidi BBM di Jakarta per tahun.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya