Liputan6.com, Jakarta - Dengan diresmikannya Kapal Fasilitas Penyimpanan dan Alir-Muat Terapung (Floating Storage and Offloading/FSO) menjadi pertanda kemajuan perkembangan proyek minyak dan gas bumi (migas) Banyu Urip, Blok Cepu di Bojonegoro, Jawa Timur.
Plt Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas bumi (SKK Migas) Johanes Widjonarko mengatakan, hingga minggu ketiga Agustus 2014 perkembangan proyek Blok Cepu mencapai mencapai 90 persen.
"Salah satu kemajuan dalam pengembangan Banyu Urip adalah fasilitas floating storage and offloading yang diresmikan namanya oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Republik Indonesia, Jero Wacik," kata dia di Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Kapal FSO ini diperbaiki oleh konsorsium EPC-4, yang dipimpin perusahaan Indonesia, PT Scorpa Pranedya yang bermitra dengan Sembawang Shipyard di Singapura. Kapal FSO tersebut diberi nama Gagak Rimang dan berbendera Indonesia.
FSO Gagak Rimang yang memiliki kapasitas lebih dari 1,7 juta barel tersebut akan menyimpan minyak mentah yang telah diolah dari fasilitas pengolahan pusat di Bojonegoro.
FSO ini akan dikaitkan pada sebuah menara tambat yang tertanam di dasar laut. Dengan desain sedemikian rupa yang memungkinkan kapal dapat bergerak mengikuti arah angin, ombak dan arus laut tanpa mengganggu aliran minyak dari pipa.
Menurut Widjonarko, dengan perkembangan terkini proyek, SKK Migas berharap lapangan Banyu Urip dapat berproduksi secara penuh sebesar 165 ribu barel per hari (bph) pada Maret 2015.
Peningkatan produksi dari lapangan ini menjadi tulang punggung pencapaian target produksi minyak dalam APBN Tahun 2015 sebesar 845.ribu bph. “Semua pihak harus mendukung penuh agar proyek berjalan sesuai rencana,” ungkapnya.
Saat ini, produksi lapangan Banyu Urip sebesar 30 ribu bph. Per akhir Agustus atau awal September 2014 ini, produksi ditargetkan naik 10 ribu bph yang berasal dari tambahan fasilitas produksi awal.
“Produksi akan naik bertahap hingga mencapai puncak produksi sebesar 165.000 barel per hari,” tutur dia.
Sesuai rencana pengembangan lapangan (plan of development/PoD), investasi di Proyek Banyu Urip mencapai US$ 2,525 miliar, dengan rincian untuk pembangunan fasilitas produksi sebesar US$ 2,188 miliar dan pengeboran sumur sebanyak US$ 337 juta. Pembangunan fasilitas dibagi ke dalam lima kontrak EPC (engineering, procurement, and construction/rekayasa, pengadaan, dan konstruksi), yakni fasilitas produksi utama (Central Production Facility/CPF), pipa darat (onshore) 72 km, pipa laut (offshore) dan menara tambat (mooring tower), Floating Storage Off-loading (FSO), serta fasilitas infrastruktur. (Pew/Nrm)