Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menyatakan, pembangunan Pelabuhan Cilamaya penuh dengan dilema. Pasalnya pemerintah harus dihadapkan dengan dua pilihan sulit, antara menanggung kerugian PT Pertamina (Persero) atau mereguk untung ratusan triliun dengan syarat tanpa pemindahan lokasi.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Dedy S Priatna mengatakan, lokasi pembangunan pelabuhan Cilamaya di Jawa Barat diusulkan pindah karena alasan bentrok dengan pipa migas Blok ONWJ Pertamina.
"Pindahnya 2 kilometer (KM) sampai 3 KM dari lokasi semua, tapi tetap di daerah Cilamaya. Minta pindah karena ada pipa-pipa migas Pertamina di sana," ungkap dia saat ditemui wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (22/8/2014).
Pertamina, sambung Dedy, telah menyampaikan dua konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah apabila tetap bersikeras membangun pelabuhan untuk investor Jepang tersebut.
"Pertama, pemerintah harus ganti rugi konstruksi senilai Rp 2 triliun guna melindungi pipa-pipa Pertamina karena sudah dibangun sesuai alur laut. Kalau ini sih nggak masalah," terangnya.
Namun yang menjadi masalah, lanjut dia, terkait ganti rugi yang diminta Pertamina akibat penghentian operasi pengeboran migas selama pelabuhan dibangun.
"Pertamina sudah menghitung kalau pelabuhan dibangun, kegiatan usaha terhenti dan mereka akan kehilangan pendapatan dengan total Rp 100 triliun. Nah ini pemerintah siap ganti nggak? Ini butuh keputusan Presiden," jelas dia.
Di sisi lain, Dedy menambahkan, jika pelabuhan tetap dibangun di lokasi tersebut, maka keuntungan yang bakal diperoleh negara mencapai Rp 700 triliun.
"Nett profit setelah 25 tahun pelabuhan Cilamaya ditaksir Rp 700 triliun. Jadi pilih yang mana menanggung kerugian Rp 100 triliun atau mau untung Rp 700 triliun. Ini pun harus diputuskan Presiden," pungkas dia. (FIk/Nrm)
* Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.