Liputan6.com, Jakarta - Seluruh dunia pasrah menunggu rencana penarikan stimulus (tappering) dan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed). Namun Indonesia diprediksi sanggup menghadapi kebijakan Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) karena dorongan kekuatan yang berasal dari pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), A Tony Prasetiantono memperkirakan, kemungkinan besar The Fed akan menghentikan program quantitative easing pada akhir Oktober 2014. Kondisi ini semakin diperparah dengan kenaikan suku bunga acuan secara perlahan dari 0,25 persen menjadi satu persen di akhir 2015.
"Ini akan menyebabkan sudden reversal atau keluarnya modal secara mendadak. Amerika seperti vacum cleaner yang menyedot dana dari seluruh dunia termasuk Indonesia kembali ke New York. Ini yang bahaya," ujar dia di Jakarta, seperti ditulis Kamis (18/9/2014).
Sudden reversal, dijelaskan Tony, akan memberi imbas positif bagi AS, namun tidak dengan negara-negara yang pernah menikmati suntikan likuiditas negara Adidaya ini, tak terkecuali Indonesia.
Dampak pertama, nilai tukar dolar AS terhadap seluruh mata uang di dunia akan menguat. Dan keuntungan kedua untuk AS, indeks harga saham di New York pun bakal mengalami kenaikan dari level saat ini di kisaran 17.000. Artinya sudah berada di angka sebelum krisis September 2008.
"Efek negatifnya bagi Indonesia, rupiah cenderung melemah seperti akhir-akhir ini yang tertekan hingga lebih dari Rp 11.900 per dolar AS. IHSG terkoreksi dari level 5.246 menjadi 5.200. Tekanan ini semakin kuat hingga penghujung Oktober 2014," papar Tony.
Kendati demikian, dia menilai, Indonesia mempunyai harapan besar terhadap Jokowi-JK yang bakal dilantik di bulan yang sama dengan penarikan likuiditas The Fed.
"Jika Jokowi membentuk kabinet yang bagus, menunjukkan etos kerja tinggi, bekerja keras, humble, rendah hati dan sederhana, maka itu akan direspon pasar. Efek ini akan membuat kurs rupiah positif," tuturnya.
Tony menganggap, realisasi kebijakan Bank Sentral AS dan momen menyambut masa depan baru Indonesia terhadap pelantikan Jokowi dalam waktu bersamaan akan menjadi sebuah 'pertarungan' seru.
"Jadi ada pertarungan vacum cleaner Jokowi-JK melawan vacum cleaner The Fed, mana yang menang. Akan terjadi tarik menarik sehingga timbul pertarungan seru. Tapi kalaupun rupiah tidak menguat, pelemahan masih rasional tidak sampai Rp 12.000 per dolar AS dan IHSG masih akan di atas 5.100," ucap dia. (Fik/Gdn)
Oktober, Ada Pertarungan Sengit antara The Fed dengan Jokowi
Presiden Terpilih Joko Widodo dan Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla bakal dilantik di bulan yang sama dengan penarikan likuiditas The Fed.
diperbarui 18 Sep 2014, 08:00 WIBDiterbitkan 18 Sep 2014, 08:00 WIB
Presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla adakan jumpa pers di Rumah Transisi, Jakarta (15/9/2014) (Liputan6.com/Herman Zakharia)... Selengkapnya
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Live dan Produksi VOD
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Tren Unik, Mahasiswa di China Pilih Disneyland sebagai Tempat Belajar
Bumbu Sayur Lodeh Santan Super Nikmat, Ini 5 Resep Nenek Moyang yang Bikin Keluarga Ketagihan!
Tips Gym untuk Pemula: Panduan Lengkap Memulai Latihan yang Efektif
Arti Telinga Kiri Berdenging Menurut Jam Primbon: Tafsir Lengkap dan Penjelasan Ilmiah
Semarak Cap Go Meh di Manado, Aksi 12 Tang Sin Pukau Ribuan Warga Manado
Makna Mendalam Lagu 'Hall of Fame' The Script, Perjuangan Mengejar Mimpi
Mimpi Beli Rumah Baru, Dimaknai Sebagai Isyarat Positif
Tren Staycation Makin Populer, Industri Perhotelan Tangkap Peluang
Arti Memakai Baju Terbalik Menurut Primbon Jawa: Pertanda Baik atau Buruk?
Sekolah di Bontang Pakai Panel Surya untuk Operasional
Mimpi Pacaran dengan Teman, Begini Interpretasi dan Makna di Baliknya
Sinopsis Film Valentine's Day, Debut Taylor Swift di Dunia Seni Peran