Tuntut Upah Naik, 100 Ribu Buruh Bakal Demo di 120 Kota

Ratusan ribu buruh bakal menggelar demo demi menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 30 persen

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 20 Sep 2014, 12:54 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2014, 12:54 WIB
Ribuan buruh berunjuk rasa menuntut upah minimum kabupaten/kota (UMK) sesuai kebutuhan hidup layak di Semarang, Kamis (19/11). Mereka menuntut UMK Rp.944.548 ditambah perkiraan laju inflasi.(Antara)
Liputan6.com, Jakarta - Ratusan ribu buruh bakal kembali menggelar aksi demo kembali demi menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi‎ (UMP) sebesar 30 persen.
 
Aksi demo ini rencananya akan dilakukan di 120 kota/kabupaten dan 15 provinsi‎ yang akan dilakukan sebanyak kurang lebih 100 ribu buruh.
 
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengaku aksi ini akan dilakukan pada 2 Oktober 2014, di mana hal itu satu hari setelah pelantikan anggota DPR RI yang baru.
 
‎"Nantinya, khusus aksi di wilayah Jabodetabek diikuti 50 ribu massa buruh yang dipusatkan di Istana Negara, DPR RI, kantor Kemenakertrans, dan kantor Gubernur DKI‎ Jakarta," kata Said dalam keterangannya, Sabtu (20/9/2014).
 
Adapun tuntutan utama yang akan disampaikain para buruh adalah kenaikan upah minimum 2015 sebesar 30 persen dengan cara mendesak Presiden terpilih melalui Menakertrans yang baru untuk merevisi jumlah KHL dari 60 Item menjadi 84 item. 
 
"Karena penetapan nilai upah minimum 2015 akan diputuskan pada November 2014 sehingga menjadi tanggung jawab Presiden baru yang dikenal memiliki jargon-nya yang pro rakyat dan revolusi mental,yang mana harus di mulai dengan revolusi melawan upah murah," ujar Said.
 
Said menilai sangat tidak masuk akal komponen hidup layak (KHL) saat ini dalam satu bulan buruh makan ikan hanya 5 potong, beras 10 kilogram (kg), dan daging 0,75 kg, serta buruh tidak boleh punya televisi dan kipas angin kecil di kamar sempit kontrakannya, jadi kebijakan pro rakyat dan revolusi mental harus di mulai dengan revolusi melawan eksploitasi buruh melalui upah murah tersebut. 
 
"Di manapun di seluruh dunia ini, manusia hidup mencari upah layak agar bisa melanjutkan kehidupannya bukan dengan membangun kebijakan yang bersifat bantuan sosial yang seolah-olah pemerintah seperti menjadi Sinterklas bagi rakyatnya," papar dia. (Yas/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya