Liputan6.com, Singapura - Nilai tukar rupiah bergerak melemah hingga nyaris menyentuh level terendah dalam 16 tahun terakhir setelah meningkatnya volatilitas di pasar keuangan di seluruh dunia. Itu lantaran dana global terus ditarik keluar dari aset negara-negara berkembang.
Sementara itu para investor asing telah menjual total Rp 12,24 triliun kepemilikan mereka akan rupiah dari obligasi berdenominasi rupiah dan US$ 336 juta saham bulan ini. Itu lantaran para investor tengah mempersiapkan kemungkinan The Fed menaikkan suku bunganya.
Sementara Federal Open Market Committee (FOMC) akan mengakhiri rapatnya hari ini. Rapat tersebut dikabarkan akan fokus membahas jadwal kenaikkan suku bunga AS.
Mengutip data Bloomberg, Rabu (17/12/2014), nilai tukar rupiah tercatat melemah 0,3 persen ke level Rp 12.723 per dolar AS pada perdagangan pukul 9:30 waktu Jakarta. Angka tersebut nyaris menyentuh level terendah pada Agustus 1998.
Pada perdagangan sebelumnya, nilai tukar rupiah ambruk hingga ke level Rp 12.940 per dolar AS sebelum akhirnya Bank Indonesia melakukan intervensi guna mencegah pelemahan lebih jauh.
"Mayoritas mata uang di dunia termasuk rupiah tercatat cemas menghadapi pertemuan FOMC. Saya yakin Bank Indonesia akan ikut melibatkan diri jika volatilitas rupiah masih cukup tinggi," ungkap Ekonom PT Mandiri Sekuritas Leo Rinaldy.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan, BI saat ini tengah melakukan intervensi untuk menstabilkan pergerakan rupiah dan juga membeli obligasi pemerintah di pasar sekunder.
Di pasar asing, non-deliverable forward (NDF) , nilai tukar rupiah menguat 0,3 persen ke level Rp 12.943 per dolar AS.
Sementara kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia mencatat nilai tukar rupiah menguat ke level Rp 12.720 per dolar AS dari perdagangan sebelumnya di level 12.900 per dolar AS. (Sis/Gdn)