Ini yang Bikin Penunggak Pajak Sampai Dijebloskan ke Penjara

Sebenarnya apa kesalahan bagi penunggak pajak sehingga harus menerima penyanderaan dan mendekam di balik jeruji besi lapas?

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Feb 2015, 10:10 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2015, 10:10 WIB
Ilustrasi Pajak
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Penyanderaan atau istilahnya gijzeling merupakan upaya terakhir Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak terhadap penanggung pajak (PP) agar segera melunasi tunggakan pajaknya. Sebenarnya apa kesalahan bagi penunggak pajak sehingga harus menerima penyanderaan dan mendekam di balik jeruji besi lapas?

Pejabat Pengganti Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak, Wahju K Tumakaka mengungkapkan, penyanderaan penunggak pajak merujuk pada landasan hukum Undang-Undang (UU).

UU yang mengaturnya, yakni Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2000 Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

"Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak," ujar dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Jumat (5/2/2015).  

Berapa lama ditahan?


Selanjutnya


Penyanderaan dilakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan serta dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Kepala KPP setelah mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan atau Gubernur.    

Wahju menjelaskan, memproses seseorang penanggung pajak hingga sampai ke tahapan gijzeling mempertimbangkan skala prioritas dan efektifitas. Artinya, sambung dia, menelusuri si penunggak pajak memang masih benar-benar mempunyai harta untuk melunasi tagihan pajak.

"Kalau penanggung pajak sudah nggak punya uang, harta atau aset yang bisa disita, mau dilakukan gijzeling pun nggak akan bisa bayar. Jadi kegiatannya menelusuri apakah penunggak pajak ini masih punya harta, sehingga bisa melunasi pajak. Ini yang jadi prinsip dalam melakukan upaya paksa," tegas dia.

Katanya, upaya penyanderaan terhadap penanggung pajak merogoh biaya cukup besar, sehingga Ditjen Pajak harus memastikan bahwa si penunggak pajak sanggup melunasi tagihan pajaknya. Untuk penyanderaan satu penanggung pajak membutuhkan biaya sekira Rp 100 juta.

"Kalau dia nggak punya harta terus kita gijzeling, ya sia-sia. Malah kita ngeluarin biaya buat penyanderaan," ucap Wahju.

Wahju mengaku, total saldo tunggakan pajak yang bisa ditagih pada tahun ini sekira Rp 20 triliun. Piutang pajak itu berasal dari banyak penanggung pajak di seluruh Indonesia.

Sekadar informasi, sampai dengan 26 Januari lalu, Ditjen Pajak sedang melakukan penelitian terhadap 56 penanggung pajak untuk dilakukan penyanderaan.  (Fik/Ndw) 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya