Liputan6.com, Jakarta - Mata uang dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan penguatan terhadap mata uang dunia lainnya termasuk rupiah. Ekonom melihat, penguatan dolar tersebut terjadi karena kebijakan ekonomi yang telah dijalankan oleh pemerintahan Barack Obama setelah kejatuhan perekonomian negara tersebut pada 2008 karena kasus supreme mortgage telah berhasil.
Ekonom Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Tony Prasetyantono menjelaskan, penguatan dolar tersebut merupakan hal yang wajar. Penguatan dolar merupakan dampak dari perbaikan ekonomi setelah Amerika menjalankan kebijakan quantitive easing dengan menggelontorkan dana ke pasar dengan nilai yang cukup besar.
Sejak 2009 lalu, Bank Sentral AS terus mencetak uang yang digunakan untuk membeli surat utang dan obligasi perusahaan. Tujuan dari pembelian tersebut agar perusahaan mendapat dana segar sehingga bisa melakukan proses produksi yang dampaknya bisa menggerakkan perekonomian.
Menurut Tony, manfaat dari kebijakan tersebut telah terlihat dengan membaiknya beberapa data-data ekonomi. "Pengangguran berkurang, jadi 5,6 persen, sangat rendah. Saat krisis memuncak pengangguran sampai 10 persen," kata Tony dalam acara Economy an Business Outlook 2015, di Ritz Carlton Pasific Place, Jakarta, Senin (16/2/2015).
Selain itu, data penjualan mobil di negara tersebut juga membaik setelah sebelumnya anjlok sampai di kisaran 9 juta per tahun. Saat ini penjualan mobil di Amerika tercatat 18 juta per tahun.
Perbaikan ekonomi Amerika juga terlihat dari bursa saham yang terus meningkat. Tony menerangkan, sebelum kasus supreme mortgage, Indeks acuan bursa Amerika Dow Jones Industrial Averange (DJIA) berada di kisaran 17.000. Setelah terjadinya kasus supreme mortgage, DJIA terlempar ke level 9.000. "Hari ini sudah kembali ke level semula bahkan sudah di atasnya yaitu mencapai 18.000," paparnya.
Dengan beberapa indikasi yang memperlihatkan perbaikan ekonomi di Amerika tersebut. Investor pun berbondong-bondong menarik modal yang sebelumnya mereka taruh di negara lain untuk kembali ke Amerika. Itu yang membuat dollar menguat.
"Semua mata uang melemah, saya setuju asumsi dollar yang diajukan pemerintah di Rp 12.500," tandasnya.
Berdasarkan data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), di awal tahun atau pada 2 Januari 2015, nilai tukar rupiah masih di level 12.474 per dolar AS. Sedangkan pada hari ini, Senin (16/2/2015), rupiah berada di level 12.742 per dolar AS. Dalam satu setengah bulan rupiah telah terdepresiasi sebesar 268 poin karena penguatan dolar. (Amd/Gdn)
Energi & Tambang