Liputan6.com, London - Lebih baik terlambat dari pada tidak pernah. Akhirnya Eropa mengeluarkan stimulus moneter secara besar-besaran yang sebelumnya pernah dilakukan oleh Amerika Serikat, Inggris dan juga Jepang.
Mengutip CNN Money, Senin (9/3/2015), Bank Sentral Eropa akhirnya mulai membeli obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah di zona Eropa pada Senin (9/3/2015) ini. Langkah tersebut mengawali programs timulus sebesar 1 triliun euro atau sekitar US$ 1,2 triliun. Langkah tersebut bertujuan untuk meningkatkan inflasi dan menghidupkan kembali perekonomian di zona tersebut.
Berikut ini tiga hal yang perlu diketahui mengenai program stimulus atau quantitative easing yang dilakukan oleh Bank Sentral Eropa:
1. Cara kerja
Bank Sentral Eropa dan bank sentral negara-negara yang bergabung di zona Eropa mencetak uang baru uintuk membeli obligasi. Pembelian ini akan terus berlangsung sampai dengan akhir September 2016 nanti. Namun ada kemungkinan untuk berlangsung lebih lama dari target awal tersebut. Target dari kebijakan ini agar inflasi di zona Eropa bisa di kisaran 2 persen.
Bank Sentral Eropa akan membeli obligasi di pasar sekunder. Sesuai dengan hukum yang berlaku, mereka tidak bisa membeli langsung dari penerbit surat utang tersebut. Inti dari usaha ini adalah menurunkan biaya kredit di seluruh Eropa, bukan hanya untuk pemerintah tetapi juga untuk kalangan industri dan rumah tangga.
2. Apa dampaknya?
Dengan langkah membanjiri pasar dengan mata uang Euro ini akan membuat nilai tukar Euro semakin melemah di pasar. Hal ini mempunyai dampak ganda. Pertama akan membuat biaya produksi barang-barang menjadi rendah di pasar ekspor dan kedua membuat biaya impor menjadi lebih mahal.
3. Apakah berpengaruh ke Yunani?
Untuk saat ini sepertinya belum. Stimulus ini tidak berlaku untuk negara-negara yang mendapat dana talangan dari Eropa seperti Yunani. Pasalnya, obligasi yang diterbitkan oleh Yunani telah masuk dalam kategori sampah sehingga tidak bisa dibeli. (Gdn)
Energi & Tambang