Ini Beda Risiko Pelemahan Rupiah di Era SBY dan Jokowi

Pelemahan rupiah mulai dari Januari 2015 hingga Maret 2015‎ sudah sebesar 5,7 persen (year to date).

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 12 Mar 2015, 09:32 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2015, 09:32 WIB
 Pemerintah Menurunkan BBM Bersubsidi Awal Tahun 2015
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dan Menteri Koordinator Kemaritiman Indroyono Soesilo saat menghadiri peresmian penurunan harga BBM di Gedung Menko Perekonomian, Jakarta, Rabu (31/12/2014). ( Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah dalam dua pekan ini masih bergerak di kisaran Rp 13.000 per dolar AS. Namun demikian ‎Bank Indonesia memastikan pelemahan tersebut masih yang terbaik jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Tahukah Anda bahwa pelemahan rupiah kali ini berbeda situasinya dengan yang terjadi serupa di era kepemimpinan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono?

Bedanya, pelemahan rupiah kali ini tidak memiliki risiko terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Pemerintah (APBN). Namun pada tahun 2014 dan sebelumnya, pergerakan rupiah sangat mempengaruhi pembengkakan pembiayaan peemrintah. Pembiayaan pemerintah paling besar akibat masih besarnya subsidi pemerintah terutama di sektor Bahan Bakar Minyak (BBM).

"Dari sisi pemerintah, kalau gejolak rupiah 2013-2014 maka jelas APBN kita dalam ancaman, apabila disertai kenaikan harga minyak, subsidi BBM akan menggelembung besar, current account deficits bisa melebihi 3 persen,"‎ kata Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro seperti ditulis, Kamis (12/3/2015).

Jika pelemahan rupiah terjadi dimana struktur APBN masih seperti yang lama, maka beberapa cara yang akan diambil pemerintah seperti menaikkan harga BBM bersubsidi atau dengan pemangkasan anggaran Kementerian atau Lembaga.

Berbanding terbalik dengan apa yang terjadi dengan postur belanja dalam APBN-P 2015. BBM untuk jenis Premium sudah dibebaskan dari subsidi. Maka dari itu Bambang mengaku APBN-P 2015 kali ini lebih sehat. "Jadi clear, pelemahan rupiah tidak ada pengaruhnya ke budget," tegasnya.

Pembebasan subsidi dan penciptaan ruang fiskal yang lebih lebar tersebut tidak terlepas dari kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada bulan November 2014.

Kebijakan positif kembali diperlihatkan pemerintah dengan kembali menurunkan sekaligus menghapus subsidi untuk BBM jenis Premium pada awal tahun 2015. Ha‎l itu juga diperkuat dengan disesuaikan harga Premium sesuai dengan mekanisme harga minyak dunia, dimana penyesuaian dilakukan satu bulan sekali.

Maka dari itu, Bambang meyakini dengan berbagai instrumen makro yang sudah ada saat ini, Indonesia bisa dibilang menjadi negara yang paling konsisten dalam menghadapi gejolak ekonomi dunia.

Itu dibuktikan dengan pelemahan rupiah mulai dari Januari 2015 hingga Maret 2015‎ sudah sebesar 5,7 persen (year to date). Angka itu paling rendah jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya seperti Brazil yang mata uangnya melemah 16,3 persen dan Turki 13 persen.

Tak hanya beberapa negara berkembang pelamahan rupiah terhadap dolar juga lebih minim jika dibandingkan Afrika Selatan, India, Malaysia dan Singapur‎a lebih buruk dari Indonesia.‎ (Yas/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya