Bahaya Jika Pelemahan Rupiah Terus Berlarut-larut

Pengusaha tempe ikut menyusutkan besaran produksi tempe karena bahan baku kedelai berasal dari negara lain.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 29 Mar 2015, 15:56 WIB
Diterbitkan 29 Mar 2015, 15:56 WIB
Ilustrasi Nilai Rupiah Turun
Ilustrasi Nilai Rupiah Turun

Liputan6.com, Jakarta - Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak akhir 2014 lalu semakin memberi rasa pesimistis dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan kalangan pengusaha. Kondisi tersebut dianggap sudah mengganggu perekonomian Indonesia dan menghantam pelaku usaha kecil menengah (UKM).

Anggota DPD RI dari Sulawesi Selatan, Ajiep Padindang menyatakan, volatilitas kurs rupiah telah berlangsung lama sehingga menahan seseorang yang memiliki dolar AS karena nilainya kini sangat menggiurkan.

"Pada dasarnya sudah sangat mengganggu apalagi kalau berlarut-larut karena akan memberi dampak. Seseorang yang pegang dolar AS banyak tidak mau dilepas," papar dia saat Diskusi Bincang senator 2015 "Gejolak dan Masa Depan Rupiah" di Brewerkz Restaurant & Bar, Jakarta, Minggu (29/3/2015).

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang menambahkan, terpuruknya nilai tukar rupiah telah mencekik UKM yang sebagian besar mengandalkan bahan baku dari impor.

"Buat pengusaha memang sudah mengganggu. Contohnya, pengusaha sarung terpaksa menurunkan separuh atau 50 persen dari produksinya karena 75
persen bahan bakunya dari impor," jelasnya.

Contoh lain, kata Sarman, pengusaha tempe ikut menyusutkan besaran produksi tempe karena bahan baku kedelai berasal dari negara lain. Termasuk perusahaan farmasi yang akan kewalahan dengan hantaman pelemahan kurs mengingat porsi 94 persen hingga 95 persen bahan baku obat dibeli dari luar negeri.

"Jadi pelemahan sudah sangat mengganggu. Tapi pemerintah cuma bilang jangan panik, dan kami sudah bertahan supaya tidak panik. Kalau dolar menguat terus bagaimana kami tidak panik," keluh dia.

Pasalnya, sambung Sarman, kondisi sulit yang dihadapi UKM berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai langkah efisiensi perusahaan. Bukan hal mustahil, PHK juga dilakukan korporasi besar yang tidak kuat menanggung pelemahan kurs rupiah.

"Pengusaha sarung yang mengurangi produksi sampai 50 persen dapat memangkas jumlah tenaga kerja alias PHK. Jadi pengusaha akan melakukan itu sampai rupiah kembali stabil," ucapnya.

Dia berharap, investor Jepang dan China dapat merealisasikan rencana penanaman modal di Indonesia yang sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kunjungannya belum lama ini.

"Waktu Pak Jokowi ke Jepang sudah ada komitmen investasi Rp 15 triliun. Mudah-mudahan saja bisa cepat terealisasi, supaya produk mereka yang diekspor dari investasi di sini dapat memperkuat kinerja ekspor," cetus Sarman. (Fik/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya