Selain Peluang, KAA Juga Beri Tantangan Bagi Indonesia

Selain negara-negara di Asia, Indonesia juga harus bersaing dengan negara-negara di Afrika.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Apr 2015, 10:25 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2015, 10:25 WIB
Saat Iringan Delegasi dan Kepala Negara KAA Melintasi Bundaran HI
Mobil pembawa delegasi peserta Konferensi Asia-Afrika (KAA) melintasi kawasan Bundaran HI, Jakarta, (22/4/2015). Iring-iringan rombongan peserta KAA terlihat di kawasan ini usai melakukan pertemuan peringatan ke-60 KAA di JCC. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menilai rangkaian acara Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung 19-24 April 2015 di Jakarta dan Bandung dapat menjadi ajang peningkatan kerja sama ekonomi antarnegara di kedua benua tersebut. Namun, Direktur Eksekutif Pusat Transformasi Kebijakan Publik Nugroho Wienarto menilai ada sejumlah tantangan terkait penguatan kerja sama ekonomi yang akan dihadapi oleh Indonesia dan negara-negara lainnya yang terlibat di dalam KAA. 

Nugroho menjelaskan, salah satu bentuk tantangan tersebut adalah konflik kepentingan dalam bidang ekspor produk manufaktur. "Di benua Asia, Indonesia mengalami persaingan ketat di dalam bidang ekspor produk manufaktur, khususnya produk padat karya seperti tekstil dan garmen dengan negara-negara seperti Bangladesh, China, India dan Vietnam," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (23/4/2015).

Dia menjelaskan, dari data yang diolah oleh Gustav Papanek, Professor Emeritus bidang Ekonomi dari Universitas Boston yang juga Penasihat Senior Transformasi, laju pertumbuhan ekspor tekstil dan garmen di Indonesia hanya naik 1 persen antara tahun 2012 hingga 2013, sedangkan keempat negara tersebut berhasil bertumbuh sebesar 6 persen.

Selain negara-negara di Asia, Indonesia juga harus bersaing dengan negara-negara di Afrika, di mana sektor manufaktur telah bertumbuh dengan sangat pesat. Pertumbuhan sektor manufaktur dalam PDB di bagian sub-Sahara Afrika telah mencapai 10 persen hingga 14 persen dalam beberapa tahun terakhir.

"Ethiopia, salah satu negara sub-Sahara Afrika yang telah menyepakati kerja sama dengan Indonesia, kerap disamakan dengan China 30 tahun silam, dengan jumlah angkatan kerja yang besar dan upah yang relatif rendah," kata dia.

Negara-negara Afrika lainnya, seperti Kenya, Lesotho, Rwanda, Senegal dan Tanzania, dikabarkan juga turut mengincar 80 juta pekerjaan manufaktur yang diprediksi akan berpindah keluar dari China.

"Mayoritas anggota KAA adalah negara-negara berkembang, sehingga dalam bidang ekspor, mereka pun mengincar pangsa pasar yang sama, yaitu Amerika Serikat serta Eropa. Dari situ ada kemungkinan timbulnya konflik kepentingan," tandasnya. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya