Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah hingga saat ini masih melarang instansinya menggelar rapat di hotel, terutama jika rapat itu bersifat internal.
Pengecualian berlaku bila rapat bersifat koordinasi yang melibatkan berbagai pihak, atau berlevel nasional dan internasional bisa diselenggarakan di hotel.
“Yang boleh dilaksanakan di hotel adalah rapat yang sifatnya koordinasi dengan berbagai pihak. Atau yang levelnya nasional dan internasional. Yang internal instansi pemerintah tidak boleh di hotel,” tegas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Yuddy Chrisnandi, seperti melansir laman Sekretariat Kabinet, Selasa (12/5/2015).
Yuddy menjelaskan, saat ini hampir seluruh lembaga pemerintah sudah memiliki gedung sendiri dan ruang rapat yang bisa digunakan untuk internal instansi bersangkutan. Sehingga jika rapat masih digelar di hotel akan mengakibatkan pemborosan anggaran negara.
Berbeda bila rapat koordinasi antar lembaga ataupun bersifat nasional dan internasional, dengan melibatkan jumlah peserta yang banyak, akan lebih murah jika berlangsung di hotel dibandingkan harus menyewa tenda agar mampu menampung seluruh peserta.
Namun dia mengingatkan, meskipun pemerintah membolehkan rapat di hotel, dengan syarat harus memberikan laporan lengkap mencakup anggaran, peserta, daftar hadir dengan tujuan menghindari pemborosan anggaran dan penyimpangan.
“Efisiensi dan akuntabilitas menjadi hal utama yang harus menjadi pertimbangan. Kalaupun di hotel harus anggota Persatuan Hotel Seluruh Indonesia (PHRI) yang telah menandatangani kesepakatan dengan pemerintah untuk tidak memanipulasi biaya sewa,” tegas dia.
Melalui Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 6 Tahun 2015, pemerintah mengizinkan kembali penyelenggaraan rapat di hotel dengan syarat yang cukup ketat, yaitu:
1. Pertemuan yang memiliki urgensi tinggi terkait dengan pembahasan materi bersifat strategis atau memerlukan koordinasi lintas sektoral, memerlukan penyelesaian secara cepat, mendesak, dan terus-menerus (simultan), sehingga memerlukan waktu penyelesaian di luar kantor
2. Tidak tersedia ruang rapat kantor milik sendiri/ instansi pemerintah di wilayah tersebut, sehingga memerlukan waktu penyelesaian di luar kantor
3. Lokasi tempat penyelenggaraan pertemuan sulit dijangkau peserta baik sarana transportasi maupun waktu perjalanan
Selain itu, pertemuan sebagaimana dimaksud memenuhi salah satu unsur peserta sekurang-kurangnya dihadiri oleh unsur Unit Kerja Eselon I lainnya dan/atau Pemerintah Daerah maupun masyarakat.
Dalam Permen itu juga ditegaskan, pelaksanaan kegiatan pertemuan/rapat di luar kantor harus memiliki output/hasil yang jelas, yang dibuktikan berupa transkrip hasil rapat, notulensi rapat dan/atau laporan dan daftar hadir peserta rapat.
“Dengan berlakunya peraturan ini (Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 6 Tahun 2015), Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/Rapat di luar kantor dinyatakan dicabut dan tidak berlaku,” bunyi Pasal 4 Permen yang berlaku sejak tanggal diundangkan, yaitu pada 1 April 2015. (Nrm/Ahm)
Advertisement