Liputan6.com, New York - Menjelang pertemuan organisasi minyak dunia, Organization Of Petroleum Exporting Countries (OPEC), Arab Saudi tetap bertahan menolak pemangkasan produksi minyak global meski harga minyak belum kembali pulih ke atas US$ 100 per barel.
Menteri Perminyakan Arab Saudi Ali al-Naimi mengungkapkan, permintaan minyak akan meningkat pada semester kedua tahun ini.
Baca Juga
"Permintaan tengah meningkat. Bagus! pasokan kini tengah melambat bukan? Ya itulah faktanya. Lihat kan? Saya tidak merasa tertekan dan sangat bahagia," kata al-Naimi saat akan menghadiri pertemuan inti OPEC di Wina, seperti dilansir dari CNBC, Senin (3/6/2015).
Advertisement
Pernyataan al-Naimi seolah berusaha mengubah ekspektasi bahwa Arab Saudi, akan mengusulkan pemangkasan produksi minyak OPEC. Arab Saudi memang anggota paling berpengaruh di OPEC dan suaranya senantiasa diperhitungkan.
Tahun lalu, minyak mentah jenis Brent telah jatuh dari setinggi US$ 114 per barel menjadi sekitar US$ 65,55 per barel pekan ini. Sementara minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) asal AS dijual di kisaran US$ 60,97 per barel.
Penurunan harga minyak tersebut didorong oleh pasokan minyak yang berlebih dan rendahnya permintaan global. Tapi keputusan OPEC untuk mempertahankan produksinya minyaknya di kisaran 30 juta per barel membuat harga minyak kembali tertekan lebih jauh.
Banyak analis beranggapan, langkah tersebut dirancang untuk menekan para produsen pesaingnya di AS yang kini menghadapai biaya produksi lebih tinggi. Meski begitu, beberapa analis menentang kesuksesan strategi Arab Saudi. (Sis/Ndw)
Â