Bentuk BUMN Pengganti SKK Migas, Pemerintah Diminta Pikir Ulang

Keberadaan BUMN khusus dinilai tak perlu dengan menimbang keberadaan PT Pertamina (Persero).

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 11 Jun 2015, 13:44 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2015, 13:44 WIB
SKK Migas
Foto: Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) diminta mengkaji ulang rencana pembentukan Badan Usaha Milik Negara  Khusus (BUMNK) sebagai pengganti Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKK Migas).

Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara menilai keberadaan BUMN khusus tersebut tidak perlu, dengan menimbang keberadaan PT Pertamina (Persero) yang juga bergelut di bidang migas. Pertimbangan lain, akan diperlukan penyesuaian teknologi dengan pembentukan BUMNK ini.

Dia mencontohkan, dengan cadangan minyak nasional saat ini diperkirakan 3,6 miliar barel dan gas 114 TCF, jika potensi tersebut dikelola Pertamina, justru akan menambah aset BUMN tersebut. Sebaliknya, kondisi akan berbeda jika cadangan minyak tersebut dikelola BUMN khusus.

"Ini kalau menjadi aset Pertamina lonjakan akan besar. Lalu pendapatan besar, kemampuan kapital meningkat, seandainya aset ini diserahkan dikelola BUMNK, sementara kemampuan operasional belum ada maka potensi yang besar tidak termanfaatkan," ujar dia di Jakarta, Kamis (11/6/2016).

Namun begitu, dia memberi catatan supaya ada pembagian hasil yang diserahkan negara. "Dengan mengalihkan cadangan milik negara dikelola Pertamina, dengan catatan bagi hasil tetap diserahkan negara tapi aset menjadi Pertamina sangat besar pengaruhnya. Ini alasan IRESS menganggap BUMNK tidak perlu," ungkap dia.

Sementara, terkait pengelolaan migas di sektor hilir, menurut dia, ada tiga konsep. Pertama, dengan mengupayakan sinergi antara Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).

"Kita berharap ada sinergi, apakah jalan sendiri seperti sekarang, dengan pembagian wilayah kerja," ujarnya.

Kemudian membentuk holding, di mana PGAS menjadi salah satu bagian dari Holding Pertamina. "Ketiga supaya khusus hilir gas dijalankan PGAS. Sementara, hilir dan hulu minyak untuk Pertamina," tandas dia.

Usut Kasus TPPI

Di sisi lain, aparat kepolisian diminta terus menelusuri kasus penjualan kondesat TPPI yang merugikan negara hingga Rp 6 triliun, seusai Bareskrim memeriksa mantan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Dengan kembali memeriksa pejabat terkait dalam kasus tersebut, seperti mantan Dirut Pertamina Ari Soemarno atau yang lainnya.‬

‪Praktisi hukum menilai Bareskrim Polri harus memeriksa pejabat-pejabat terkait tanpa pandang bulu sehingga agar terbuka jelas bagaimana alur dan pertanggungjawaban kasus tersebut.‬

‪"Bareskrim jangan pilih kasih. Semua yang terkait wajib diperiksa. Mereka harus menjelaskan posisi kondensat tersebut supaya jelas alur pertanggungjawabannya," ujar Ahmad Suryono, Praktisi Hukum dan Deputi Advokasi dan Kebijakan LBH Solidaritas Indonesia di Jakarta.‬

‪Dia menilai langkah Bareskrim memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah tepat, karena hal itu akan memungkinkan keterlibatan pihak lain. ‬

‪"Polri harus punya dua alat bukti permulaan yang cukup kuat dalam mengungkap kasus TPPI ini dengan memeriksa semua pihak yang terkait. Sehingga kualifikasi delik korupsi dapat ditemukan. Yang sering terjadi, alat bukti permulaan kurang begitu kuat dan juga unsur dari pasal korupsi kurang terpenuhi. Kita yakin polri akan profesional dalam menyidik kasus TPPI ini dan berharap polri bekerja dalam rel obyektivitas," pungkasnya.‬‬ (Amd/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya