Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Batu bara Indonesia (APBI) keberatan menjalankan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 17 Tahun 2015 yang mewajibkan penggunaan mata uang rupiah di dalam negeri.
Ketua APBI Pandu Sjahrir mengatakan, pihaknya mengerti tujuan Bank Indonesia mengeluarkan aturan itu untuk mestabilkan mata uang dalam negeri di tengah gejolak ekonomi dunia yang tak stabil. Namun kebijakan tersebut harus dipertimbangkan pada sisi pengusaha.
"Kami berharap pemerintah dapat mempertimbangkan pemberlakuan kebijakan tersebut dan mengajak pelaku usaha memberikan masukan," kata Pandu, di Jakarta, Senin (29/6/2015).
Advertisement
Pandu mengatakan, dalam melakukan transaksi sebagian besar anggota APBI menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat. Lantaran sudah mendapat jaminan berupa Surat Keputusan Dirjen Pajak yang memperbolehkan penggunaan mata uang selain Rupiah. "80 persen anggota APBI menggunakan dolar," tutur Pandu.
Sedangkan anggota APBI pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dijamin kewajiban keuangan diperhitungkan dan dibayarkan dengan mata uang asing.
Karena itu, Pandu menilai, pemerintah dan BI seharusnya mempertimbangkan terlebih dahulu peraturan lain, sebelum kebijakan baru dikeluarkan.
"Pemerintah sebaiknya terlebih dahulu menyelaraskan dan harmonisasi kewajiban ini dengan peraturan terkait," kata Pandu.
BI mengeluarkan kebijakan kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negeri Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai 1 Juni 2015. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP.
Selain pengusaha batu bara, Pelindo II juga keberatan dengan aturan tersebut. Hal itu lantaran pemasukan Pelindo II berkurang bila dibayar dengan Rupiah.
Melihat keberatan tersebut, pemerintah telah menggelar rapat koordinasi untuk membahas penggunaan mata uang rupiah agar penerapannya baik di lapangan pada Jumat 26 Januari 2015. (Pew/Ahm)