Business Talk: Stress test, Senjata Bank Mandiri Hadapi Krisis

Kondisi Indonesia dan dunia saat ini jauh berbeda dengan krisis 2008.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Jul 2015, 13:26 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2015, 13:26 WIB
Wawancara Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin
Wawancara Khusus Bersama Direktur Utama Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin

Liputan6.com, Jakarta - Manajemen risiko harus menjadi salah satu dasar utama dalam menjalankan bisnis bank. Oleh sebab itu, PT Bank Mandiri Tbk selalu rutin melakukan uji ketahanan atau stress test setiap 6 bulan sekali.

Direktur Utama Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, tantangan yang harus diharapi oleh industri keuangan nasional dewasa ini sangat kompleks. Ia pun mencontohkan seperti kenaikan kenaikan inflasi, pelemahan nilai tukar rupiah dan juga perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Untuk mengantisipasi tantangan yang dihadapi tersebut, Bank Mandiri secara rutin melakukan uji ketahanan atau stress test setiap 6 bulan sekali.  Dengan stress test yang rutin dilakukan tersebut, Bank Mandiri menjadi lebih berhati-hati dan menyiapkan strategi antisipasi.

Untuk risiko pelemahan rupiah yang terjadi pada tahun ini pun Bank Mandiri juga telah mengantisipasinya. "Sejak 2012, kami sudah baca bahwa pelemahan rupiah akan terjadi. Jadi kita secara rutin 6 bulan sekali melakukan stress test. Stress test yang kami lakukan sampai pada kurs rupiah yang lebih tinggi dari ini pun kondisi Bank Mandiri masih aman," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com beberapa waktu lalu.

Budi menuturkan, jika melihat kondisi pelemahan rupiah seperti saat ini, ada dua hal yang perlu harus dijaga. Pertama, yaitu likuditas valuta asing dan beruntungnya, kondisi Indonesia dan dunia saat ini jauh berbeda dengan krisis 2008 di mana likuiditas dolar Amerika Serikat (AS) cukup banyak.

"Sejak krisis 2008, The Fed lakukan quantitative easing, itu banyak sekali pasokan dolar AS di dunia, termasuk di Indonesia. Jadi isu yang pertama sudah bisa kami atasi," kata dia.

Sedangkan hal kedua yang harus dijaga yaitu kualitas kredit dalam mata uang dolar AS. Hal ini penting mengingat kebanyakan perusahaan yang menjadi nasabah di perbankan Indonesia memiliki pendapatan dalam rupiah, bukan dalam dolar AS. (Dny/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya