Menkeu Bambang: Imbas Yunani Hanya ke Saham dan SUN

Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro menegaskan, Yunani gagal bayar utang ke IMF berimbas ke pasar uang, saham dan surat utang negara.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 06 Jul 2015, 18:59 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2015, 18:59 WIB
Diskusi Menagih Janji Kesejahteraan Daerah
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara dalam diskusi ekonomi politik di Jakarta, Minggu (24/5/2015). Diskusi tersebut mengangkat tema Menagih Janji Kesejahteraan Daerah. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Yunani resmi gagal bayar utang senilai US$ 1,7 miliar atau Rp 22,44 triliun (estimasi kurs Rp 13.200 per dolar AS) ke International Moneter Fund (IMF). Dengan perkara utang tersebut, Yunani dinilai sangat mungkin keluar dari zona Euro. Namun optimisme untuk tetap berada di Uni Eropa masih terbuka lebar meski harus menanggung konsekuensi.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro menegaskan, kegagalan Yunani membayar utangnya kepada IMF pada 30 Juni 2015 tidak akan berdampak terhadap ekonomi Indonesia.

"Imbasnya hanya terjadi gejolak di pasar uang, saham dan Surat Utang Negara (SUN)," ucap dia saat berbincang dengan wartawan di Gedung Banggar DPR, Jakarta, Senin (6/7/2015).

Bambang mengatakan, ada risiko bagi Yunani jika keluar dari Uni Eropa. Salah satunya adalah kesulitan memperoleh sumber pembiayaan karena pengalaman gagal bayar utang.

"Mereka (Yunani) masih punya utang. Kalau keluar, mereka tidak perlu cetak mata uang baru dan mereka akan kesulitan mendapat sumber pembiayaan karena tidak ada lagi yang mau minjemin. Mereka tidak mau bayar ke IMF, Bank Sentral Eropa (ECB), jadi agak sulit, dilema, keduanya tidak enak buat mereka," tegas dia.  

Sementara jika Yunani tetap bertahan di zona Euro pun diakui Bambang, bukan tanpa konsekuensi. Artinya Yunani harus mengikuti segala ketentuan IMF dan ECB yang masih berhak atas utang-utang negara maju itu.   

"Kalau tetap stay, mereka (Yunani) harus mengikuti austerity measure (langkah menekan pengeluaran) dari IMF dan ECB. Tidak enak ada pemotongan biaya sosial, gaji dan sebagainya," cetus dia.(Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya